Feeds:
Pos
Komentar

Dr. drh. Hj. Rr. Retno Widyani, MS, MH
Ir. Tety Suciaty, MP.


PRINSIP PENGAWETAN PANGAN

Edisi Tahun 2008

Judul : Prinsip Pengawetan Pangan
Penulis : Retno Widyani dan Tety Suciaty
Perancang Sampul : An Nuur Ratna Sari

Perpustakaan nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Retno Widyani, Tety Suciaty
Prinsip Pengawetan Pangan
Edisi Tahun 2008
Cirebon : Penerbit Swagati Press
vi, 85 hlm, 18,2 x 25,7 cm

Bibliografi : hlm 83
ISBN 978-979-16078-3-4

PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadlirat Alloh swt yang telah memberi kesempatan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaian buku yang berjudul “Prinsip Pengawetan Pangan”.

Buku ini disusun sebagai acuan Mahasiswa S2 Magister Ilmu Pertanian bidang kajian utama Teknologi Pascapanen Hasil Pertanian.

Materi yang disampaikan disesuaikan dengan silabus dan kurikulum yang berlaku di Program Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon yang diperkaya dengan hasil studi misi mengenai Bioteknologi Pertanian di Taiwan tahun 2005 dan Tata Kelola Pertanian Yang Baik di Singapura tahun 2006 serta Management Sayur-sayuran dan Buah-buahan di Singapura tahun 2007.

Dalam buku ini akan diawali dengan membahas mengenai keamanan pangan, kemudian diketengahkan mengenai sifat dan reaksi keruskakan pangan yang dilanjutkan dengan prinsip pengawetan dengan suhu tinggi, prinsip pengawetan dengan suhu rendah, prinsip pengawetan dengan bahan kimia, prinsip pengawetan dengan iradiasi.

Semoga buku ini bermanfaat dan dapat menjadi bagian dari amal Penulis di bidang ilmu yang bermanfaat dan diterima sebagai bagian ibadah kepada Nya. Kritik serta saran Pembaca sangat kami nantikan untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang.

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………… i
KATA PENGANTAR ……………………………………….. iv
DAFTAR ISI …………………………………………………. v
BAB I PENDAHULUAN ………………………………….. 1
A. Keamanan Pangan …………………… 1
1. Food borne Disease ………………. 2
2. Pengendalian kontaminasi
Pangan ………………………………..
2
B. Analisis Bahaya Pada Pangan …….. 3
1. Bahaya Mikrobiologis …………….. 3
2. Bahaya Kimia ………………………. 5
C. Cara Menghindari Bahaya Mikrobiologis dan Kimia ……………..
6
1. Mikrobiologis ………………………… 7
2. Kimia ………………………………….. 8
D. Kerusakan Pangan ……………………. 8
1.Faktor Biologis ………………………. 10
2. Faktor Lingkungan………………… 11
3. Waktu Penyimpanan ……………… 11
E. Komponen Utama Bahan Pangan … 12
1. Air ………………………………………. 12
2. Protein ………………………………… 14
3. Karbohidrat ………………………….. 17
4. Lemak ………………………………… 22

BAB II PENGAWETAN DENGAN SUHU TINGGI 25
A. Pengeringan ……………………………. 25
1. Definisi ……………………………….. 25
2. Tujuan ……………………. ………… 25
3. Dasar ………….. …………………… 25
4. Faktor-faktor Yang Mempe-
ngaruhi ………………………………
25
5. Tipe dan Jenis Pengering ………… 28
B. Pengasapan ……………………………… 30
1. Definisi ………………………………… 30
2. Proses Pengasapan Daging …….. 31

BAB III PENGAWETAN DENGAN SUHU RENDAH 38
A. Pendinginan ……………………………. 38
1. Tujuan ……………………………….. 38
2. Rantai Pendinginan ………. …….. 39

B. Pembekuan ……………………………… 40
1. Manfaat ……………………………….. 40
2. Teknologi Kriogenik ……………….. 40
3. Titik Beku Pangan …………………. 42
4. Laju Pembekuan ……………………. 43
5. Pengaruh Pembekuan …………….. 46
6. Metode Pembekuan ……………….. 49

BAB IV PENGAWETAN DENGAN RADIASI ……… 53
A. Definisi Iradiasi ………………………….. 53
B. Aplikasi Iradiasi dalam teknik
Pengawetan Pangan …………………..
54
C. Prinsip Iradiasi Pengan ………………. 57
D. Aspek Keamanan ……….. ………….. 58
E. Permasalahan Iradiasi Pangan 58
1. Aspek Gizi …………………………. 58
2. Aspek Mikrobiologi ……………….. 59
3. Aspek Toksikologi ………………….. 59
F. Legalitas Iradiasi ……………………… 60

BAB V PENGAWETAN DENGAN BAHAN KIMIA … 62
A Karbondioksida ………………………. 62
B Ozon ………………………………………. 62
C Asam ………………………………………. 64
D Gula ………………………………………. 66
E Garam …………………………………….. 72

BAB VI GOOD PRACTICES DALAM RANTAI
PANGAN ………………………………………….
77
A Produksi Primer ………………………. 77
B Penyimpanan ………………………….. 79
C Transportasi …………………………….. 81
D Manajemen dan Pengawasan ……… 82

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………… 83

Download link berikut:
prinsip-pengawetan-pangan

Pancasila

Jimmy Hasoloan, Drs, MM

PANCASILA

Judul : Pancasila

Penulis : Jimmy Hasoloan, Drs, MM

Editor : Retno Widyani

Perancang Sampul : An Nuur Ratna Sari

Perpustakaan nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Jimmy Hasoloan

Pancasila

Edisi Tahun 2008

Cirebon : Penerbit Swagati Press

iv, 105 hlm, 14,8 x 21,0 cm

ISBN 978-979-16078-6-9

Diterbitkan oleh

Swagati Press

Jl. Sukapura No 15 Cirebon

Telp/Fax (0231) 202086

E mail : herme_neutika @ yahoo.com

Dicetak oleh

ABW print

Jl. Bumijo Lor Jt I / 1233 Yogyakarta

Telp/Fax (0274) 565147

E mail : ai_perfection@yahoo.com

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Alloh swt yang telah memberikan kesempatan, kesehatan dan kemampuan kepada Penulis untuk dapat menyelesaikan buku yang berjudul Pancasila.

Buku ini disusun sebagai acuan bagi Mahasiswa sebagai mata kuliah dasar umum yang wajib bagi mahasiswa program sarjana di berbagai perguruan tinggi, tempat Penulis mengajar mata kuliah Pancasila.

Dalam buku ini akan diketengahkan mengenai sejarah lahirnya Pancasila, Pancasila dan UUD 1945, Pancasila sebagai sistem etika, fungsi Pancasila dalam kehidupan berbangsa, Pancasila sebagai filsafat bangsa, Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental, Pancasila dan GBHN, Makna nilai-nilai setiap sila dari Pancasila, Demokrasi Pancasila dan konsep kekuasaan.

Akhir kata, tiada gading yang tidak retak. Kami mohon kritik dan saran yang membangun guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga bermanfaat untuk mendorong tercapainya makna demokrasi Pancasila yang sebenarnya bagi bangsa kita sehingga bisa mewujudkan tujuan negara masyarakat adil dan makmur.

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ……………………………………… i

Prakata ………………………………………………… iii

DAFTAR ISI ……………………………………………. iv

PENDAHULUAN …………………………………………. 1

BAB I
Pancasila dan UUD 1945 …………… 10

BAB II
Pancasila Sebagai Sistem Etika ….. 29

BAB III
Fungsi Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa Indonesia …………………33

BAB IV
Pancasila Sebagai Falsafah yang Mempersatukan Bangsa Indonesia….50

BAB V
Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental Bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia ………….51

BAB VI
Pancasila dan GBHN …………………. 59

BAB VII
Makna Nilai-nilai Setiap Sila Pancasila ………………………………….64

BAB VIII
Demokrasi Pancasila …………………. 75

BAB IX
Struktur Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945 ……………..82

BAB X Undang-undang Dasar Republik

Indonesia 1945 ……………………….85

BAB XI
Pokok Batang Tubuh UUD 1945 Hasil Amandemen 2002 …………….90

BAB XII
Konsep Kekuasaan ………………….. 99

DAFTAR
PUSTAKA ……………………………….. 105

Isi buku dapat anda download di link berikut:

buku-pancasila

Dr. drh. Hj. Rr. Retno Widyani, MS, MH

 

 

 

 

 

 

 

KESEHATAN HEWAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Judul                          : Kesehatan Hewan

Penulis                       : Retno Widyani

Perancang Sampul     : An Nuur Ratna Sari

 

 

Perpustakaan nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

 

Retno Widyani

Kesehatan Hewan

Edisi Tahun 2008

Cirebon : Penerbit Swagati Press

v,  85 hlm, 18,2 x 25,7 cm

 

Bibliografi : hlm

ISBN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Swagati Press

Jl. Sukapura No 15 Cirebon

Telp/Fax (0231) 202086

E mail : herme_neutika @ yahoo.com

 

Diproduksi oleh

ABW print

Jl. Bumijo Lor Jt I / 1233 Yogyakarta

Telp/Fax (0274) 565147

E mail : ai-perfection@yahoo.com

 

KATA PENGANTAR

 

 

          Puji syukur Penulis panjatkan ke hadlirat Alloh swt yang telah memberi kesempatan kepada Penulis untuk dapat menyelesaikan buku Kesehatan Hewan.

          Buku ini disusun sebagai bahan acuan Mahasiswa Program Sarjana (S1) Produksi Ternak dan masyarakat pada umumnya yang memerlukan informasi mengenai kesehatan hewan. Diharapkan dengan diterbitkannya buku ini, maka materi yang menyangkut studi kesehatan hewan dapat benar-benar dikuasai oleh para Mahasiswa, sehingga setelah lulus nanti dapat dipergunakan untuk bekal bekerja atau sebagai panduan bagi masyarakat yang akan menggeluti  bidang peternakan.

          Kesehatan Hewan adalah ilmu terapan, sehingga para Mahasiswa harus mampu untuk menjaga kesehatan ternaknya sehingga dapat berproduksi secara optimal dengan biaya yang seefisien mungkin. 

Materi dalam buku ini disesuaikan dengan silabus mata kuliah kesehatan hewan yang diperkaya oleh pengetahuan praktis dalam manjaga kesehatan hewan. Materi yang disampaikan meliputi pentingnya hygiene, sanitasi dan isolasi di peternakan, pengenalan dan pencegahan penyakit-penyakit pada ternak, pentingnya membeli ternak sehat, menghindari stress  dan faktor-faktor yang mempermudah berjangkitnya penyakit ternak, sistem kekebalan pada ternak dan cara mencapainya.

          Tentunya dalam penyusunan buku ini masih sangat banyak kekurangan, kalau sempat diharap masukannya guna penyempurnaan terbitan yang akan datang sehingga manfaatnya bagi banyak kalangan yang membutuhkan semakin besar.  Semoga buku ini menjadi bagian dari amal sholeh Penulis dalam wujud Ilmu Yang Bermanfaat dan diterima Alloh sebagai bagian dari ibadah Penulis kepada Nya.

 

 

 

 

Penulis

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

 

Halaman

HALAMAN JUDUL ……………………………………

i

KATA PENGANTAR ……………………………………

iv

DAFTAR ISI ……………………………………………

v

PENDAHULUAN ……………………………………….

1

Bab I.   Pengenalan Pos Kesehatan Hewan ……….

15

Bab II.  Ciri-Ciri Hewan Sehat ………………………..

23

Bab III. Faktor Predisposisi Penyakit ……………….

29

Bab IV. Tindakan Pencegahan Penyakit …………..

35

Bab V.   Penyakit dan Pengobatan ……………………

48

Bab VI.  Higiene, Sanitasi dan Isolasi ……………..

 

 

 

PENDAHULUAN

 

Hewan harus dipelihara dengan cara yang sehat agar potensi genetik maksimal dapat dicapai, baik berupa daging, susu atau telur. Demikian pula hewan kesayangan akan memberikan kebahagiaan tertentu kepada pemiliknya, apabila dalam kondisi sehat dan menyehatkan. Hewan yang tidak sehat dapat menimbulkan banyak kerugian seperti pertambahan bobot badan menurun, produktivitas berkurang dan untuk hewan kesayangan tingkat kelucuannya berkurang, bahkan tidak mustahil malah bisa mengganggu tingkat kesehatan manusia.

Beberapa masalah kesehatan hewan dapat dicegah misalnya dengan sanitasi dan higyene yang baik, dengan vaksinasi dan dengan menjadi manajemen kesehatan dengan baik. Namun terdapat beberapa penyakit yang tidak bisa dikendalikan seperti wabah anthrax. Keberhasilan seorang peternak dapat diukur dengan sukses tidaknya menerapkan program kesehatan pada ternaknya sehingga akan dihasilkan ternak dalam keadaan sehat dan produktif. Oleh karena itu seorang Peternak harus memiliki bekal pengetahuan dasar kesekatan ternak. Meskipun dalam hal ini dokter hewan dapat dijadikan konsultan/pekerja dalam melaksanakan program kesehatan ternak, tetapi keberhasilan atau kegagalan program sepenuhnya menjadi tanggungan Peternak (Undang Santosa, 2006).  Beberapa pertanyaan yang perlu menjadi acuan sebagai berikut:

1.       Apa penyebab penyakit ternak?

2.      Bagaimana karakteristik hewan sehat ?

3.      Bagaimana karakteristik hewan sakit ?

4.      Bagaimana cara melakukan pencegahan penyakit ?

Sebagaimana lazimnya di negara-negara berkembang, pengadaan pelayanan kesehatan ternak di Indonesia dewasa ini masih didominasi oleh pemerintah. Umumnya, pelayanan yang disediakan oleh pemerintah ini menghadapi berbagai kendala seperti: sedikitnya jumlah dokter hewan yang tersedia, infrakstruktur yang lemah, anggaran tidak memadai, serta sistem perencanaan yang sangat sentralistik. Karena itulah, swastanisasi banyak diterapkan di berbagai negara di dunia untuk meningkatkan mutu, efisiensi dan efektivitas pelayanan. Asumsi dasar swastanisasi adalah lembaga-lembaga sektor swasta menjadi lebih fleksibel, dan persaingan antar penyedia jasa layanan bisa menurunkan biaya pelayanan. Pengalaman telah menunjukkan bahwa pelayanan swasta bisa berkembang di wilayah- wilayah yang memiliki banyak potensi, dimana petani ternak mampu membayar pelayanan yang mereka peroleh. Namun usaha peternakan di negara -negara berkembang umumnya dilakukan oleh petani kecil, yang punya modal sedikit dan tinggal di daerah- daerah terpencil.

 

Pelayanan Kesehatan Hewan

Program pelayanan peternakan berbasis masyarakat telah menjadi alternatif pendekatan baru untuk membantu petani- petani ternak berskala kecil. Istilah pelayanan peternakan berbasis masyarakat menggambarkan rangkaian sistem pelayanan yang dijalankan oleh kelompok-kelompok masyarakat untuk anggota kelompok mereka, maupun oleh petani perorangan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat sekitarnya dengan mendapat bayaran.

Pengertian paling sederhana dari pelayanan berbasis masyarakat adalah pelayanan yang disediakan oleh anggota masyarakat untuk masyarakat. Istilah ini mencakup serangkaian sistem dimana kelompok-kelompok masyarakat dan /atau anggota masyarakat memegang tanggung jawab untuk merencanakan, mengelola, memberikan dan membiayai pengadaan pelayanan untuk masyarakat di sekitarnya. Sistem ini mencakup kelompok-kelompok tani yang bisa menyediakan pelayanan bagi anggota mereka, termasuk mensuplai input peternakan, memperbaiki dan membangun persediaan air, memasarkan hasil-hasil ternak dan mengelola sumber daya alam milik bersama, seperti tanah adat. Termasuk juga anggota masyarakat yang menyediakan pelayanan kepada tetangga sekitarnya dengan memperoleh bayaran seperti Pemberi Pelayanan Kesehatan Hewan Berbasis Masyarakat (YANKESWAN) yang menyediakan pelayanan kesehatan hewan di desa mereka.

Pelayanan berbasis masyarakat merupakan alternatif baru atas layanan yang disediakan pemerintah. Penyedia layanan berbasis masyarakat bisa mengambil alih pelayanan yang dulunya disediakan oleh pemerintah, menyediakan pelayanan di wilayah-wilayah yang mungkin belum mendapatkan pelayanan semacam itu, ataupun memperkenalkan pelayanan yang baru sama sekali di wilayah itu. Pelayanan berbasis masyarakat ini termasuk pemberdayaan masyarakat setempat agar bisa lebih mandiri dan mampu memegang tanggung jawab lebih besar dalam memenuhi pelayanan-pelayanan yang mereka butuhkan. Hal lain yang tercakup dalam pendekatan ini adalah rasionalisasi pelayanan-pelayanan pemerintah lewat pengalihan beberapa jasa layanan kepada penyedia layanan non-pemerintah.

Pelayanan Berbasis Masyarakat

Model-model pelayanan berbasis masyarakat membutuhkan partisipasi masyarakat setempat pada semua tahapan – mulai dari mengidentifikasi kebutuhan, merencanakan kegiatan-kegiatan, melaksanakan rencana, mengkaji hasil dan membuat perubahan- perubahan yang diperlukan dalam suatu daur proses yang terus berlanjut. Kesemua tahapan ini membutuhkan dialog secara terus menerus antara pemerintah dan masyarakat. Model-model yang dikembangkan akan sangat tergantung pada kebutuhan dan kondisi setempat, serta sifat organisasi dan lingkungan kelembagaan

Program DELIVERI telah bekerja sama dengan Dinas Peternakan untuk mengembangkan dan menguji-coba serangkaian pelayanan berbasis masyarakat, untuk mencapai pelayanan peternakan yang lebih efektif, mudah didapatkan dan berkelanjutan. Model- model yang telah diterapkan mencakup bantuan kepada kelompok- kelompok tani untuk melaksanakan program pengembangan ternak mereka sendiri, melatih petani-petani ternak untuk meningkatkan usaha pelayanan kesehatan hewan bagi masyarakat sekitarnya dengan memperoleh bayaran.

Pengalaman dari negara- negara lain mengindikasikan bahwa Pelayanan Berbasis Masyarakat bisa meningkatkan akses pihak- pihak terkait yang bermodal kecil kepada layanan bermutu tinggi. Selain itu beban pemerintah menjadi lebih ringan, dan bisa mengalihkan perhatiannya ke jasa layanan lain, seperti pengawasan penyakit dan pengawasan perkembangan ternak, pengawasan mutu obat-obatan, standarisasi serta pengaturan pelayananan swasta.

Namun, karena sistem perencanaan dan pembiayaan pelayanan pemerintah sangat sentralistik, sehingga aparat pemerintah daerah menjadi tidak fleksibel. Kekakuan ini bisa menghambat penyebar- luasan pelayanan berbasis masyarakat. Apalagi para birokrat dan ahli peternakan juga kerap kurang mempercayai kemampuan petani ternak dalam memberikan layanan kesehatan hewan yang aman dan efektif. Ditambah lagi aturan- aturan dan ketetapan yang membatasi peran sektor swasta dalam pemberian pelayanan kesehatan hewan. Kendala utama lainnya adalah mental sebagian besar petani ternak yang belum mandiri, sehingga hanya berpangku tangan menunggu mengucurnya dana atau pelayanan gratis dari pemerintah, dan tidak mau membayar pelayanan yang diberikan.

Untuk mengatasi kendala-kendala ini, para manager lembaga pelayanan ternak membutuhkan kemampuan manajerial yang lebih baik, rasa percaya diri untuk mencoba pendekatan baru, membantu  mensosialisasikan pemikiran-pemikiran baru kepada para petani, dan pelatihan- pelatihan praktis agar mereka mampu melaksanakan proyek percontohan. Dan jika proyek percontohan ini berhasil, tidak hanya akan meningkatkan kualitas dan jumlah jenis pelayanan yang bisa disediakan bagi petani ternak berskala kecil, tetapi juga akan membuat para manajer senior, perencana dan pembuat kebijakan semakin yakin akan manfaat pendekatan ini. Selain itu, hal ini juga akan memotivasi petani untuk membayar pelayanan yang mereka peroleh.

Dalam pengejawantahan pendekatan ini, sumber daya utama yang dibutuhkan adalah staf Dinas Peternakan yang memiliki keahlian dan komitmen, mau mencoba pendekatan baru, tersedia dana pelatihan dan biaya operasional, infrastruktur pendukung dasar termasuk alat transportasi untuk mengkoordinasikan staf dan akses untuk memperoleh obat- obatan serta alat-alat yang diperlukan. Pada tahap-tahap awal, dana yang dibutuhkan memang cukup tinggi, tetapi untuk tahapan- tahapan berikutnya biayanya relatif lebih rendah, apalagi jika pembiayaan pelayanan berbasis masyarakat secara mandiri bisa berkelanjutan. Pelatihan keahlian manajemen dan komunikasi bagi staf manajemen sangatlah esensial, begitu pula pelatihan teknis bagai petugas lapangan dan para petani.

Prinsip-prinsip Dasar Pelayanan Berbasis Masyarakat

 

Disediakan oleh masyarakat untuk masyarakat. – Dalam pelayanan berbasis masyarakat, baik penyedia maupun pemakai pelayanan/ pelanggan adalah masyarakat setempat dan/ atau organisasi -organisasi lokal.

Direncanakan, dikelola dan dievaluasi oleh masyarakat setempat. – Masyarakat setempat tidak hanya dilibatkan dalam memberikan pelayanan, tapi juga mengikuti semua tahap pengembangan model pendekatan yang digunakan. Masyarakat ikut dalam mengidentifikasi kebutuhan, merencanakan, mengelola, mengevaluasi dan mengkaji ulang model yang telah diterapkan dalam suatu daur manajemen yang terus berlanjut. Ini mengimplikasikan bahwa prasyarat yang harus dipenuhi dalam pengalihan peran layanan pemerintah kepada masyarakat adalah dialog berkesinambungan antara pemerintah dan masyarakat.

Pembiayaannya berkelanjutan. – Biaya pengadaan dan pengelolaan pelayanan ditanggung bersama oleh masyarakat. Memang, pada awalnya dibutuhkan lembaga-lembaga pendukung untuk membantu membiayai pengadaan pelayanan dalam bentuk hibah atau utang. Namun secara bertahap pembiayaan pelayanan akan semakin mandiri. Kini, pelayanan berbasis masyarakat telah berjalan dengan baik di berbagai sektor.

Pelengkap pelayanan pemerintah. – Pelayanan berbasis masyarakat merupakan pelengkap atas pelayanan pemerintah yang sudah ada. Peranan pemerintah dalam pengalihan pengadaan pelayanan adalah menetapkan persyaratan bagi penyedia pelayanan yang baru, mengawasi mutu serta membantu masyarakat mengembangkan model pendekatan yang tepat. Pemerintah dapat pula melengkapi pelayanan publik di daerah yang lebih terpencil dan/atau menciptakan persaingan sehingga harga dapat tetap rendah dan menghasilkan insentif atau efisiensi yang lebih besar bagi kedua pemberi pelayanan tersebut (pemerintah dan pelayanan berbasis masyarakat). 

Berbeda- beda di setiap daerah. – Tidak ada satupun model pelayanan berbasis masyarakat yang cocok untuk semua daerah. Model yang tepat dikembangkan di setiap daerah, tergantung pada kebutuhan dan kondisi setempat.

 

 

 

 

Tujuan Pelayanan Berbasis Masyarakat

 

Tujuan utama pelayanan berbasis masyarakat adalah memastikan bahwa pelayanan dilakukan dengan seefektif mungkin kepada semua lapisan masyarakat – khususnya kepada golongan masyarakat berekonomi lemah dan mereka yang tinggal di daerah- daerah marjinal, dimana pelayanan swasta secara finansial tidak bisa berjalan dengan menguntungkan secara finansial. Pelayanan berbasis masyarakat bukan hanya bertujuan untuk menambah jumlah jenis pelayanan, tetapi juga persaingan antar penyedia pelayanan akan menurunkan harga dan meningkatkan kualitas pelayanan. Di samping itu, pelanggan akan bisa memilih pelayanan yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhannya.

Pengalihan pelayanan kepada sektor swasta dan kelompok-kelompok masyarakat akan mengurangi beban kerja lembaga pemerintah, sehingga pemerintah bisa lebih berkonsentrasi pada layanan publik lainnya – seperti program pengawasan penyakit dan pengawasan kualitas pelayanan yang diberikan oleh lembaga non-pemerintah.

 

Manfaat Pelayanan Berbasis Masyarakat

 

Pengadaan pelayanan peternakan berbasis masyarakat menambah jenis pelayanan dan jumlah penyedia jasa layanan yang tersedia bagi petani ternak. Perkembangan ini memberi kesempatan bagi petani untuk memilih pelayanan dan penyedia layanan yang paling mendekati kebutuhan mereka. “Kekuatan memilih” ini memungkinkan petani ternak untuk ikut mempengaruhi pelayanan yang tersedia. Manfaat lain adalah persaingan antar penyedia layanan ditambah lagi dengan meningkatnya pengawasan kualitas layanan oleh pemerintah akan menghasilkan mutu yang lebih baik, dan biaya pelayanan yang lebih rendah.

Pengalihan tanggung jawab pemberian layanan ternak kepada YANKESWAN, inseminator dan dokter hewan swasta memungkinkan pemerintah lebih memfokuskan pemanfaatan sumber daya, yang memang sudah terbatas, kepada layanan publik yang paling penting. Pelayanan publik yang termasuk ketegori ini adalah pengawasan mutu pelayanan lembaga non-pemerintah, menegakkan aturan-aturan tentang penyediaan dan pemakaian obat-obatan ternak, pengawasan penyakit, pengawasan perkembangan ternak, kesehatan daging dan penelitian.

Manfaat lain pelayanan berbasis masyarakat adalah:

Mudah diperoleh – Karena tersedia di setiap daerah.

Murah – Pelayanan berbasis masyarakat seperti YANKESWAN bisa menyediakan pelayanan dengan harga jauh lebih rendah dibandingkan dengan pelayanan serupa yang diberikan oleh dokter hewan. Ada beberapa alasan yang bisa dikemukakan seperti; pelayan berbasis masyarakat adalah penduduk desa itu juga jadi tidak butuh ongkos transportasi, kerap memakai pengobatan tradisional yang lebih murah dan memiliki target pemasukan yang lebih rendah. Kelompok-kelompok berbasis masyarakat seperti kelompok tani mandiri bisa memberikan ukuran ekonomis, yang memungkinkan pengadaan beberapa input dengan biaya lebih murah, seperti program-program vaksinasi atau pengembangan sistem irigasi.

Bermutu tinggi dan tanggap – Karena pelayanan berbasis masyarakat dikelola dan disediakan oleh masyarakat sendiri, mereka lebih tanggap atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat setempat. Meningkatnya persaingan diantara penyedia pelayanan akan menghasilkan peningkatan mutu pelayanan.

Mudah diadakan – Pengadaan pelayanan berbasis masyarakat relatif mudah. Hanya pada tahap awal yang memerlukan kerja yang lebih intensif dan sumber keuangan yang lebih banyak.

Pelengkap pelayanan pemerintah dan swasta yang sudah ada – Pelayanan berbasis masyarakat dapat meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan ternak yang diadakan oleh pemerintah. Pelayanan berbasis masyarakat juga dapat menambah jenis pelayanan dan jumlah penyedia pelayanan di wilayah yang mungkin belum mendapatkan pelayanan semacam itu. Mereka juga meningkatkan kemampuan pemerintah dalam mendayagunakan sumber daya mereka kepada pelayanan yang mendasar. Sehingga pemerintah bisa beralih ke pelayanan lainnya seperti pengawasan mutu klinik swasta, pelayanan vaksin, tingkat standarisasi, pencegahan penyakit, aturan pengadaan dan penggunaan obat- obatan ternak, pengawasan penyakit, pengawasan perkembangan ternak, dan penegakan aturan kesehatan daging. Selain itu, efektifitas pelayanan pemerintah bisa ditingkatkan lewat bermitra dengan YANKESWAN untuk membantu program kampanye vaksinasi pemerintah atau melaporkan penyebaran penyakit. Pemerintah telah menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas pelayanan bisa meningkat secara substansial dan meningkatkan efektifitas pelayanan pemerintah.

Membuka peluang lapangan kerja di daerah-daerah pedesaan. – Dengan membantu penduduk desa membangun usaha berbasis masyarakat atau membantu masyarakat untuk mengembangkan program akan menciptakan peluang lapangan kerja di pedesaan lebih banyak.

Pendekatan Berbasis Masyarakat dalam Pemberian Pelayanan Ternak

 

 

Swastanisasi telah lama dikembangkan sebagai alat untuk mengembangkan pelayanan kesehatan hewan ternak. Pengalaman di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa swastanisasi hanya bisa berkembang di daerah-daerah yang memiliki potensi tinggi dimana petani ternak mampu membayar pelayanan dari juru kesehatan ternak swasta. Dan juru kesehatan hewan hanya mau menjalankan usahanya, jika mereka yakin akan mendapatkan pemasukan yang setimpal. Sayangnya, di negara- negara berkembang, sebagian besar ternak dipelihara oleh petani-petani berskala kecil, dan umumnya tinggal di daerah-daerah terpencil. Diperkirakan pelayanan berbasis masyarakat bisa menjadi pilihan untuk memastikan bahwa petani-petani kecil dapat memperoleh pelayanan bermutu tinggi tetapi dengan biaya yang mampu mereka tanggung.

Proyek DELIVERI dan Dinas Peternakan telah menguji coba dua jenis pelayanan ternak berbasis masyarakat yang berbeda di lokasi- lokasi proyek percontohan DELIVERI, yaitu:

  1. Melatih petani menjadi YANKESWAN dan membantu mereka membangun usaha penyediaan layanan kesehatan ternak kepada masyarakat di sekitarnya, dengan memperoleh bayaran. Pendekatan ini bisa juga digunakan untuk inseminator berbasis masyarakat yang memberikan pelayanan inseminasi buatan,
  2. Membantu petani ternak membentuk kelompok-kelompok mandiri untuk mengidentifikasi peluang-peluang produksi ternak, dan membangun pengembangan teknis berskala kecil, termasuk rencana vaksinasi.

 

 

Pemberi Pelayanan Kesehatan Hewan Berbasis Masyarakat (YANKESWAN)


YANKESWAN adalah petani yang dipilih oleh masyarakat sendiri, kemudian dilatih agar mampu menyediakan pelayanan kesehatan hewan di tingkat desa. Mereka memperoleh bayaran atas pelayanan yang diberikan, sehingga para juru kesehatan hewan ini bisa berkembang seiring dengan pelayanan yang disediakan pemerintah. Mereka dilatih mengenali dan mengobati penyakit-penyakit yang umum dan sederhana, mengatur pemberian vaksin dan memberikan layanan rutin seperti pengebirian/kastrasi atau pemotongan gigi anak babi, serta merujuk penyakit hewan yang lebih rumit penyembuhannya kepada dokter hewan.

Ada bermacam-macam variasi pada model dasar ini. Dalam beberapa kasus pada proyek DELIVERI, misalnya di Bulukumba, YANKESWAN diambil dari petugas penyuluh Dinas Peternakan, yang memberikan pelayanan kesehatan hewan di waktu luang mereka. Di tempat lain, misalnya di Minahasa, peran YANKESWAN banyak dikerjakan oleh petani. Ada model pendekatan dimana YANKESWAN memperoleh obat-obatan dari pemerintah, sedang pada model lain mereka membelinya dari toko obat-obatan ternak. Di beberapa negara, YANKESWAN merupakan bagian integral dari proses swastanisasi pelayanan kesehatan ternak mereka bekerja sebagai pembantu bagi mantri hewan pemerinta/swasta. Pelayanan kesehatan hewan swasta bisa terus berjalan dengan mengembangkan jangkauan pelayanan mereka dan menjual kembali obat- obatan yang mereka beli. Bagan berikut ini menggambarkan proses tersebut.

Vaksin bisa didistribusikan dengan cara efektif dan murah oleh petugas kesehatan hewan lokal dan jaringan YANKESWAN, dan pengawasan penyakit bisa ditingkatkan melalui sistem rujukan dari YANKESWAN ke dokter hewan dari Dinas Peternakan.

Kelompok Tani Mandiri.

Kelompok tani mandiri adalah perkumpulan petani yang mampu mengidentifikasi dan melaksanakan program yang mereka susun sendiri. Ini mencakup rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan usaha beternak, misalnya rencana vaksinasi ayam kampung, pengembangan kandang ayam dan pengadaan tempat penyimpanan obat-obatan ternak untuk tingkat desa.

Jika dibandingkan dengan pengembangan kegiatan- kegiatan peternakan yang berkelanjutan seperti YANKESWAN atau inseminator, memang pengembangan kelompok tani membutuhkan proses yang lebih lama dan lebih sulit. Namun keuntungannya adalah usaha ini meningkatkan kemampuan lembaga lokal dan bisa menjadi entry point (jalan masuk) untuk kegiatan- kegiatan pengembangan kemasyarakatan yang lebih luas.

 

 

Tahap Pengembangan Pelayanan Peternakan Berbasis Masyarakat

 

 

Semua pendekatan yang digunakan dalam pelayanan berbasis masyarakat mengikuti proses partisipatif yang melibatkan semua pihak-pihak terkait dalam semua bagian dari empat tahapan proses – identifikasi kebutuhan dan peluang-peluang dalam masyarakat, merencanakan kegiatan-kegiatan, melaksanakan rencana, mengkaji ulang dan mengevaluasi lalu merencanakan kegiatan selanjutnya. Apapun pendekatan yang digunakan, proses tahap pertama semuanya sama. Tetapi keputusan tentang pemilihan suatu pendekatan apakah berdasarkan kebutuhan per individu ataukah kelompok tani harus segera diputuskan pada tahap kedua, karena hal ini akan memiliki pengaruh yang cukup besar pada tahap selanjutnya.

·         Penilaian Kebutuhan Awal

·         Memilih model pendekatan yang akan digunakan

·         Pemberi Pelayanan Kesehatan Ternak Berbasis Masyarakat (YANKESWAN)

·         Inseminator Swasta

·         Membangun Kelompok Mandiri Yang Berbasis Masyarakat

 

 

 

Sumber-sumber Daya yang Dibutuhkan

 

 

 

Sumber daya yang paling dibutuhkan adalah sumber daya manusia, dan dana untuk pelatihan, biaya operasional dan biaya infrastruktur pendukung. Semua ini meliputi:

 

Sumber Daya Manusia -petani dengan pengalaman yang cukup dalam hal perawatan ternak dapat menjadi YANKESWAN, dan staff operasional dengan keahlian yang cukup dalam mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dan memajukan dialog dengan masyarakat, serta memiliki latar belakang teknis sangatlah dibutuhkan. Juga sangat penting untuk memiliki manajer dan staff yang mampu memberikan pelatihan.

 

Infrastruktur -Alat pendukung dasar (‘kit’) bagi peternak dalam bentuk kredit dan sistem suplai obat-obatan hewan perlu diadakan. Petugas kesehatan lokal perlu memiliki fasilitas dasar -pendingin untuk vaksin, peralatan laboratorium dasar, alat bedah- dan alat transportasi.

 

 

 

Hambatan dan Peluang Perubahan dalam Konteks Kelembagaan

 

 

Pengalaman DELIVERI dan Dinas Peternakan dalam menerapkan model-model ini menemukanbeberapa hambatan utama dalam melaksanakan pelayanan ternak berbasis masyarakat.

 

Hambatan Prilaku

Perhatian Dokter Hewan. Banyak dokter hewan yang menolak untuk mendukung pelayanan kesehatan hewan yang berbasis masyarakat. Keberatan mereka pada umumnya karena kekhawatiran terhadap mutu pelayanan yang dapat diberikan oleh para-profesional tersebut, serta ketakutan terhadap kemungkinan kesalahan penggunaan obat. Namun, bukti yang terlihat di Indonesia dan beberapa Negara lainnya memperlihatkan bahwa juru kesehatan hewan berbasis masyarakat dan para profesional lainnya mampu memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi -hasil penelitian memperlihatkan bahwa pelayanan yang mereka berikan tidak kalah dengan asisten dokter hewan yang berkualitas, bahkan dokter hewannya sekalipun. Dapatkah YANKESWAN (pemberi pelayanan kesehatan hewan berbasis masyarakat) memberikan pelayanan yang berkualitas? – pengalaman Operasi di Sudan Selatan.

 

Selanjutnya para YANKESWAN biasanya bekerja di bawah pengawasan dokter hewan. Tanggung jawab para dokter hewan adalah memastikan bahwa pelayanan YANKESWAN mencapai kualitas standar yang diinginkan. Hal ini dilaksanakan dengan efektif melalui pelatihan dasar yang baik, pelatihan penyegaran (“Refresher Courses”), pengawasan YANKESWAN di lapangan, rapat rutin, pelaporan dan sistem penyerahan yang baik.

 

Keberatan terhadap YANKESWAN berasal dari ketakutan akan kompetisi dalam menjalankan fungsinya sebagai pelayan kesehatan hewan. Persaingan ini dianggap tidak adil karena YANKESWAN mendapatkan keuntungan dari penawaran biaya pelayanan yang lebih rendah, kedekatannya dengan masyarakat, dan bahkan tinggal di dekat masyarakat. Namun, YANKESWAN tidak bersaing dengan dokter hewan, melainkan hanya menjadi pelengkap dari pelayanan yang dokter hewan berikan. YANKESWAN hanya beroperasi di tempat yang secara ekonomis tidak memungkinkan bagi para dokter hewan menjalankan operasinya, karena harapan pendapatan masyarakatnya lebih rendah dan mereka hidup secara lokal. YANKESWAN hanya memberikan pelayanan kesehatan hewan yang sangat dasar, sementara kasus yang lebih rumit diserahkan pada dokter hewan. Selanjutnya, pelayanan kesehatan hewan yang dilakukan oleh YANKESWAN dapat lebih menguntungkan bagi para dokter hewan, karena mereka dapat mendistribusikan obat secara efisien melalui para YANKESWAN.

 

Ketidakmampuan dan Keengganan Peternak Untuk Membayar.
Salah satu prinsip pelayanan berbasis masyarakat adalah bahwa biaya pelayanan ditanggung bersama oleh masyarakat dan kemudian mereka menjadi mandiri secara ekonomis. Hal ini dapat dihambat oleh ‘mental ketergantungan’ yang ada di dalam masyarakat, dan ketidakinginan membayar pelayanan yang dulunya diberikan secara cuma-cuma.

 

Perkembangan kelompok tani yang sudah mandiri dapat meyakinkan orang-orang desa akan manfaat yang didapat dari berkurangnya ketergantungan terhadap sumber-sumber keuangan dari luar. Selain itu, kualitas dan tingkat pelayanan dapat membuat peternak menjadi lebih ikhlas membayar pelayanan yang diperolehnya. Namun sebelum itu, perlu diadakan sebuah sosialisasi yang teliti untuk menciptakan kesadaran terhadap manfaat yang didapat dari pengambil alihan tanggung jawab oleh masyarakat dalam hal pembiayaan pelayanan. Hal ini dapat dilaksanakan melalui pertemuan-pertemuan, dimana kerugian yang didapat dari “ketergantungan” diperjelas melalui permainan peran, dan para partisipan mengekspresikan kebutuhan mereka akan sebuah keberlanjutan dan kemandirian. Terus tersedianya pelayanan gratis  atau disubsidi dapat menghambat tersedianya pelayanan dari sektor swasta termasuk pada pendekatan berbasis masyarakat. Keberlangsungan ekonomi pada bisnis swasta seperti kesehatan hewan dan jaringan juru kesehatan hewan berbasis masyarakat akan sangat terhambat jika peternak dapat memperoleh pelayanan gratis dari pemberi pelayanan lain seperti lembaga-lembaga pemerintah atau LSM-LSM. Walaupun subsidi dapat berguna pada langkah awal untuk mendukung formasi bisnis atau kelompok berbasis masyarakat, subsidi tersebut seharusnya segera dicabut untuk mempromosikan kesinambungan dana.

 

 

Perencanaan dan Pendanaan Pelayanan Pemerintah yang Sentralistik

 

Pelayanan yang berbasiskan masyarakat harus direncanakan dan diatur secara lokal. Penerapan pendekatan ini oleh lembaga pemerintah dapat terhambat oleh sistem perencanaan dan pendanaan yang sentralistik. Keadan ini hanya memberikan sedikit ruang gerak bagi pejabat didaerah.

 

Dua Undang-Undang baru yang ditetapkan di Indonesia pada tahun 1999 yaitu UU No. 22 dan UU No.25 memperkenalkan kerangka kerja baru yang terdesentralisasi bagi lembaga dan keuangan pemerintah. Perundang-undangan baru tersebut mempromosikan otonomi daerah , perencanaan Bottom-up , partisipasi dalam proses demokratisasi, pemberdayaan sumber-sumber keuangan daerah dan pembagian sumber-sumber secara merata. UU tersebut memberikan kerangka hukum yang baik untuk pendekatan partisipatif dan pendekatan berbasis masyarakat. Namun kapasitas organisasi yang kurang ditingkat daerah dan kondisi staf yang hanya selalu menunggu instruksi ketimbang merespon kebutuhan pengguna jasa, akan menghambat pelaksanaan UU atau pendekatan ini.

 

Untuk mengatasi keadaan ini pejabat lokal harus meningkatkan keahlian mereka dan mengubah perilaku mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan, lokakarya dan belajar dari contoh yang sukses di lapangan. Untuk informasi lebih lanjut tentang kerangka hukum dan kebijakan untuk desentralisasi di Indonesia, lihat Panduan Kebijakan Desentralisasi –

 

Kerangka Kerja Hukum

 

Perundang Undangan yang ada di Indonesia.  Tidak terdapat perundang-undangan yang spesifik dalam mengatur YANKESWAN di Indonesia., dan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan kesehatan hewan tidak jelas. Kerangka Hukum Juru Kesehatan Hewan di Indonesia telah merangkum hasil review terhadap peraturan pemerintah yang ada sekarang. Yang jelas dalam perundang-undangan, bahwa walaupun para dokter hewan mempunyai hak resmi untuk melakukan pelayanan kesehatan hewan secara klinik dan menggunakan obat-obatan untuk itu, mereka dapat saja dibantu oleh tenaga non-pertugas yang beroperasi dibawah pengawasannnya.

 

Para dokter hewan dapat mendelegasikan secara resmi wewenang mereka kepada YANKESWAN untuk melaksanakan prosedur kesehatan hewan dan penggunaan obat-obatan. Pembatasan prosedur yang ditugaskan kepada mereka tergantung oleh dokter pengawas, wewenang ini harus dibatasi misalnya pada perawatan kesehatan hewan dasar -seperti merawat luka, merawat penyakit non-epizootic biasa, menggunakan obat cacing. Lembaga pendukung dan dokter hewan harus menyepakati sebuah kontrak dengan YANKESWAN pada batasan yang terspesifikasi dengan jelas, dan menetapkan sebuah sistem supervisi, sistem pendukung dan perujukan pada kasus-kasus yang sulit.

 

 

Peraturan Tentang Distribusi Obat-Obatan Hewan Peraturan sangat penting untuk menjamin kualitas dan menghindari kesalahan penggunaan obat-obatan. Resiko yang timbul dari dosis yang kurang tepat, dapat menimbulkan masalah resistensi obat-obatan dan resiko terhadap kesehatan manusia. “Pasar gelap” obat-obatan hewan adalah tempat yang cukup dikenal karena permintaan yang ada terhadap pelayanan kesehatan hewan tidak dapat dipenuhi oleh pelayanan resmi yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Pasar tidak resmi ini bukanlah merupakan solusi bagi para peternak. Obat-obatan dari pasar gelap tersebut berkualitas rendah dan biasanya sudah kadaluwarsa. Walaupun para peternak sudah berpengalaman dalam menggunakan obat-obatan tradisional, mereka sering mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai penggunaan obat-obatan modern secara aman dan efektif. Petugas kesehatan hewan juga merugi karena hilangnya perdagangan obat. Sedangkan petugas yang menggunakan jaringan YANKESWAN dapat meningkatkan ketersediaan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat dan mensuplai obat-obatan hewan yang berkualitas, serta memberikan penyuluhan yang baik tentang penggunaan obat modern yang cocok dan efektif. Perundang-undangan tentang penggunaan obat-obatan oleh paravet terlatih dan dibawah pengawasan dapat meningkatkan pengunaan obat-obatan moderen oleh peternak dan membantu mengurangi perkembang biakan pasar gelap obat hewan.

 

 

Pelatihan

 

 

Pelatihan dan lokakarya adalah elemen utama untuk mengadakan pelayanan berbasis masyarakat dan pelayanan kesehatan hewan berbasis masyarakat. Pelatihan tentang manajemen yang lebih baik adalah suatu materi yang krusial. Staff pemerintah perlu meningkatkan pemahaman dan keahlian mereka untuk mengidentifikasi hambatan dan peluang pelayanan pada tingkat lapangan bersama dengan penduduk desa. Berdasarkan pada analisa peluang dan hambatan tadi, serta pada gejala yang diperlihatkan di awal pelaksanaan model pelayanan alternatif, mereka akan menjadi perencana-perencana yang lebih baik, dengan merancang sistem baru yang sesuai dengan realitas setempat. Disisi lain para peternak memerlukan keahlian baru tentang bagaimana meneliti situasi mereka, mengembangkan rencana-rencana, kemudian mereka juga membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan keahlian teknis mereka dalam memecahkan masalah.

 

Materi-materi training yang sesuai bagi staff pemerintah untuk mengadakan pelayanan ternak berbasis masyarakat, meliputi:

·         Total Quality Management 

·         Manajemen Daur Proyek dan Penggunaan Kerangka Kerja Logis 

·         Perberdayaan Masyarakat dalam Praktek

·         Kajian Keadaan Pedesaan secara Partisipatif

Sebagai tambahan, untuk mengembangkan pelayanan kesehatan hewan berbasis masyarakat.

·         Sebuah lokakarya tentang bagaimana mengatur desentralisasi pelayanan kesehatan hewan, akan memberikan sebuah forum untuk menerapkan TQM dan PCM. Penerapan ini nantinya akan berusaha untuk melakukan perubahan pelayanan kesehatan hewan, dan memperkenalkan model-model pelayanan yang teruji untuk membuat sebuah perencanaan

Dan untuk mengembangkan model khusus untuk Pemberi Pelayanan Kesehatan Hewan Berbasis Masyarakat (YANKESWAN), DELIVERI telah menghasilkan tiga Panduan Pelatihan yaitu:

·         Melatih YANKESWAN dan Kader Kesehatan Hewan dan Pegangan Peserta Palatihan Paravet

·         Pelatihan Inseminator Swasta dan Pegangan Pesertanya

·         Pelatihan Pemeriksa Daging Swasta  dan Pegangan Pesertanya

 

Perubahan Peran

 

Mengadakan pelayanan ternak berbasis masyarakat harus melibatkan perubahan substansial pada peran dan tanggung jawab seluruh organisasi pelayanan ternak. Lembaga-lembaga non-pemerintah, petugas kesehatan hewan swasta, dan juru kesehatan hewan berbasis masyarakat akan melayani sebagian besar kebutuhan pelayanan ternak. Sementara itu, lembaga pemerintah akan berfokus pada perannya sebagai pengontrol mutu, program penanggulangan penyakit nasional dan regional, menetapkan standar-standar, dan menetapkan serta memperkuat perundang-undangan.

Perubahan pada tingkat nasional meliputi: 

·         Desentralisasi tanggungjawab pelayanan dasar hewan kepada tingkat daerah.

·         Merubah kebijakan dan perundang-undangan nasional untuk memfasilitasi pelayanan hewan swasta dan pelayanan yang berbasis masyarakat

·         Mengatur dalam perundang-undangan sistem pemulihan biaya di pos kesehatan hewan (poskeswan)

·         Pengembangan kerangka kerja hukum dan kebijakan. Penekanan pada kendali mutu dan kelanjutan pelayanan.

Perubahan pada tingkat Propinsi meliputi:

·         Tanggung jawab manajemen poskeswan sepenuhnya pada pos itu sendiri

·         Promosi sistem pembayaran oleh pengguna jasa dan sistem pemulihan biaya

·         Pengurangan subsidi atau pelayanan kesehatan hewan gratis

Perubahan pada tingkat kabupaten/Kotamadya meliputi:

·         Transisi dari peran penerapan ke peran sebagai fasilitator dalam mempromosikan dialog antara pihak terkait untuk mengembangkan model yang cocok

·         Seleksi dan pelatihan juru kesehatan hewan berbasis masyarakat

·         Sosialisasi sistem pembayaran oleh pengguna jasa pada tingkat desa

·         Supervisi dan monitoring juru kesehatan hewan berbasis masyarakat

·         Promosi kelompok tani mandiri

·         Komersialisasi bertahap pos kesehatan hewan melalui pengenalan sistem pemulihan keuangan

 

     

 

Pendanaan

 

Biaya yang dikeluarkan pada tahap awal selalu tinggi, mengikuti aktifitas proyek yang sangat intensif, namun keadan ini akan menghasilkan sesuatu yang lebih cepat dan akhirnya sistem akan berkesinambungan dan mandiri secara finansial. Dana dikeluarkan antara lain untuk:

·         Pelatihan untuk staff dan masyarakat

·         Lokakarya dengan pihak terkait

·         Biaya operasional untuk petugas lapangan

·         Kunjungan supervisi ke lapangan

·         Pertemuan masyarakat (untuk makanan ringan hanya pada permulaan, masyarakat biasanya bersedia membiayai jika mereka sudah merasa tertarik terhadap program)

·         Study tour untuk staff

·         Study tour untuk masyarakat

·         Fotokopi dan produksi serta distribusi manual pelatihan

Sebagai tambahan dan khusus untuk model YANKESWAN

·         Persediaan awal obat dan peralatan untuk YANKESWAN

·         Pelatihan memerlukan biaya yang lebih besar manakala membutuhkan obat-obatan, alat penyemprot dan material lain untuk praktek, serta hewan hidup ataupun yang sudah dipotong

·         Biaya transportasi peserta ketempat pelatihan juga harus dianggarkan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pengalaman DELIVERI di Sulawesi selatan dan Utara memperlihatkan bahwa, membentukpelayanan ternak berbasis masyarakat dapat meningkatkan akses bagi peternak kecil terhadap pelayanan ternak dasar yang terjangkau, dengan biaya yang relatif kecil.

 

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan partisipatif dan memerlukan Keterlibatan penuh dari masyarakat setempat dalam sebuah proses perancangan, penerapan, evaluasi dan re-desain untuk memastikan bahwa pelayanan telah memenuhi kebutuhan. Walaupun program ini sangat mahal dalam jangka waktu dekat, pelayanan yang berbasis masyarakat dapat berkembang menjadi mandiri secara finansial dan terlaksana dengan biaya yang rendah.

 

Selanjutnya, kelompok-kelompok tani yang sudah diberdayakan dapat juga membicarakan berbagai masalah diluar ternak, yang pada gilirannya akan memberi kontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan.

Sejumlah hambatan kelembagaan tentunya juga menghadang pengadaan pelayanan bernasis masyarakat. Antara lain misalnya keahlian dan perilaku staf Dinas Peternakan yang dapat ditingkatkan melalui program pelatihan. Contoh lain misalnya kerangka kerja hukum yang membingungkan dan sisa-sisa sistem perencanaan dan penerapan yang sentralistik, dan kesemuanya masih membutuhkan perhatian lebih lanjut.

 

Jika semua hambatan ini dapat diatasi, penerapan pelayanan ternak berbasis masyarakat yang tersebar luas akan memberikan kontribusi substansial dalam meningkatkan produksi ternak, dan mata pencaharian peternak kecil. Sementara pada saat yang sama dapat mengurangi biaya pelayanan ternak bagi pemerintah, serta meningkatkan ketersediaan pelayanan pemerintah.

 

 

 

 

 

BAB I

PENGENALAN POS KESEHATAN HEWAN

A. Latar Belakang

Pelayanan Kesehatan Hewan pada awalnya melekat pada jabatan structural yaitu pada Seksi Keswan Dinas Peternakan, sejalan dengan perkembangan Otonomi Daerah dimana Dinas-Dinas pada Lingkup Departemen Pertanian pada tahun 2001 digabung menjadi satu Dinas yaitu Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, maka Dinas Peternakan merupakan bagian dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota pada posisi jabatan eselon IV, sedangkan fungsi kesehatan hewan tidak mempunyai tempat atau kedudukan.

Dengan kondisi tersebut diatas fungsi kesehatan hewan yang ditangani secara Pemerintahan sempat vakum, namun demikian pelayanan kesehatan hewan tetap jalan walaupun pelayanan dilakukan secara pribadi oleh Dokter Hewan, sambil memperjuangkan kedudukan keswan baik pada tingkat eksekutif maupun legeslatif, pelayanan terus dilakukan walaupun wadah tidak ada. Akhirnya perjuangan tersebut mulai menunjukan titik terang, dengan dikeluarkannya SK.

Selaras dengan arah kebijakan Pemerintah lebih menitik beratkan pemberian otonomi daerah pada Kab/Kota dan untuk lebih mengoptimalkan pelayanan kesehatan hewan. Pemerintah Daerah dapat membentuk suatu unit pelaksana teknis (UPTD) maka sesuai dengan Perda telah menjadi UPTD yang mempunyai tugas untuk melakukan pelayanan keswan sekaligus sebagai wadah organinasi seluruh kegiatan kesehatan Hewan.

Sebagai Pengakuan Pemerintah Propinsi dari keberadaan Pos Keswan Kota Solok, maka sesuai dengan Sk Kepala Dinas Peternakan Propinsi, Pos keswan merupakan salah satu pos keswan yang diberikan bantuan biaya operasional.

Untuk kelancaran pelayanan kesehatan hewan perlu adanya suatu bangunan Pos Keswan yang representative, untuk itu bangunan bekas dinas peternakan yang dijadikan Pos Keswan direhab sedemikian rupa dengan rancangan bangunan dan tata ruang yang ada sesuai dengan standar minimal sebuah klinik hewan, dimana Pos Keswan ini memiliki ruang pendaftaran pasien, ruang pemeriksaan, ruang operasi, laboratorium, apotik dan tempat rawat inap serta kandang observasi rabies, juga dilengkapi dengan ruang kantor dan gudang , yang kedepan diharapkan Pos keswan ini dapat menjadi suatu klinik keswan atau bahkan Rumah sakit Hewan.

Pos Keswan dipimpin oleh seorang Dokter Hewan dan dibantu oleh satu tenaga Medis dan 2 orang paramedis.

B. Kondisi Pelayanan Kesehatan Hewan

Dalam menjalankan tugasnya sistim pelayanan yang digunakan adalah pelayanan aktif, semi aktif dan pasif, sistim ini dapat digunakan menggingat potensi peternakan yang ada di daerah sekitarnya sangat bervariasi.

Pelayanan aktif dilaksanakan sesuai dengan program kerja yang telah disusun setiap tahunnya seperti survailans, vaksinasi dan pembinaan kelompok. Pelayanan semi aktif dilakukan apabila ada laporan dari peternak kemudian petugas mendatangi lokasi untuk melakukan penanganan, hal ini dilakukan terhadap ternak besar. Sedangkan pelayanan pasif yaitu melakukan pelayanan pada Pos Keswan terutama menangani kasus penyakit hewan kesayangan dan konsultasi masalah gizi dan kesehatan hewan.

C. Cakupan Pelayanan

Jangkauan wilayah kerja Pos Keswan yang terdiri dari kelurahan dan kecamatan, terletak ditengah kota yang mudah dijangkau oleh masyarakat, hal ini sangat memungkinkan karena letak Pos Keswan yang sangat strategis yaitu didaerah perlintasan Kab/Kota.Sehingga setiap tahunnya untuk pelayanan kasus yang berasal dari luar daerah dapat dilayani.

D. Jenis Pelayanan

Jenis pelayanan yang dapat diberikan antara lain Pengobatan, vaksinasi, penanganan kasus reproduksi, operasi minor dan mayor (kasus) tertentu bedah kosmetik, konsultasi masalah gizi dan kesehatan ternak/hewan, penyuluhan dan untuk tahun 2007 ini melayani Inseminasi Buatan.

E. Situasi Umum Penyakit Hewan Menular

Untuk tahun 2006 penyakit hewan menular yang terdapat diwilayah kerja Pos Keswan adalah Penyakit Rabies dan Flu Burung.

Penyakit Rabies setiap tahunnya menunjukan tendensi yang berfluktuasi, untuk tahun 2006 terdapat 72 kasus gigitan dengan positif rabies sebanyak 5 kasus. Untuk pemeriksaan rabies masih dikirim ke BPPV Regional, sebagai Pos Keswan rujukan Pos Keswan akan dilengkapi dengan peralatan laboratorium untuk pemeriksaan rabies.

Sedangkan penyakit Flu Burung pada tahun 2006 terindikasi dengan ditemukannya titer antibodi pada pemeriksaan PCR negatif, Untuk Tahun 2007 ditemukan kasus flu burung pada ayam potong di pasar ayam yang berasal dari daerah.

Sementara itu sistem pelaporan penyakit hewan menular (PHM), bila ditemukan kasus PHM secara klinis dilanjutkan pemeriksaan laboratorium. Jika positif langsung dilaporkan pada Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan yang selanjutnya dilaporkan ke Dinas Peternakan Propinsi dalam waktu 1 kali 24 jam sambil melakukan tindakan penanggulangan wabah.

F. Struktur Organisasi Pos Keswan

Sesuai dengan Perda 6 tahun 2006 yang merupakan perubahan Perda No.1 tahun 2003, UPTD Pos Keswan merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan yang berada langsung di bawah Kepala Dinas

F. Program Kerja

Sesuai dengan tugas Pokok dan fungsinya UPTD Pos Kesehatan Hewan mempunyai Program Kerja melalui kegiatan sebagai berikut:

  • Pelayanan Kesehatan Hewan
  • Monitoring dan Survailans Penyakit Hewan Menular
  • Pengambilan sample
  • Pembuatan peta penyakit
  • Pencegahan Penyakit
    • Vaksinasi Rabies, SE dan AI
    • Bioecurity
  • Pengobatan dan mendiagnosa penyakit secara klinik. Patologik, epidemiologi dan laboratorik sederhana.
  • Penanganan Reproduksi.

·         Diagnosa kebuntingan

·         Menolong Kelahiran

·         Inseminasi Buatan

·         Pengobatan kemajiran dan gangguan reproduksi

  • Bedah hewan untuk mengurangi atau membebaskan hewan dari penderitaan dan bedah kosmetik
  • Konsultasi masalah kesehatan hewan, gizi dan makanan ternak
  • Memberikan rekomendasi/surat keterangan kesehatan hewan terhadap hewan hidup atau mati.
  • Penyuluhan
  • Menyediakan dan menyebarkan informasi serta wadah konsultasi melalui pembuatan brosur dan leafleat penyakit hewan
  • Memberikan bimbingan tekhnis dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan melalui kegiatan pertemuan dengan PPL dan petugas tekhnis peternakan lainnya
  • Pembinaan kelompok-kelompok ternak
  • Pembinaan kader vaksinator

 

G. Potensi Pendukung

Program tersebut diatas didukung oleh potensi yang tersedia antara lain adanya :

  1. Populasi ternak
  2. Sarana pengobatan (peralatan medis, obat-obatan dan bahan penunjang)
  3. Sarana Laboratorium (peralatan dan bahan pemeriksaan laboratorium)

Kelompok Petani Peternak

  •  
    •  
      • peserta IB
      • Kambing PE
      • Ternak UTT (usaha tani terpadu)
      • Ternak Pemerintah lainnya
  1. Kelompok pecinta hewan kesayangan

H. Sumber Dana

Biaya operasional Pos Keswan dengan modal ini pengelolaan untuk membiaya kebutuhan Pos Keswan, yaitu dari setiap penghasilan pengobatan dan pelayanan lainnya, jasa obat dan bahan di kembalikan sedangkan sisanya sebagai jasa medis dan para medis, Dari jasa obat dan bahan inilah yang dikelola sehingga dapat dikembangkan sebuah apotik yang menyediakan berbagai macam kebutuhan obat-obatan dan suplemen lainnya. Mulai tahun 2006 melalui dana APBD baru tersedia dana untuk biaya operasional, sedangkan dari Dinas Peternakan Propinsi pada umumnya menyediakan sarana berupa peralatan dan biaya operasional untuk kegiatan Active service , pengambilan sampel dan penanggulangan kasus lainnya.

I. Ciri Khas Pos Keswan

Sebagai suatu Pos Keswan yang berada ditengah Kota dan telah ditata sebagai sebuah klinik maka ciri khas yang ditampilkan adalah :

  • Sistem pelayanan yang sama dengan standar sebuah Puskesmas
  • Pelayanan UGD 24 jam
  • Pos Keswan rujukan bagi Pos Keswan sekitarnya

Sebagai tempat magang bagi para mahasiswa FKH dan Dokter Hewan PosKeswan antara lain

  • Mahasiswa FKH
  • Dokter Hewan Pos Keswan 
    • Kunjungan keberadaan PosKeswan
  • Kunjungan Kasubdit Pelayanan Medik Direktorat Keswan
  • Kunjungan Kepala UPP AI Pusat
  • Kunjungan OIE

·         Kegiatan sosial lainnya, sebagai Posko Penanggulangan gempa tanggal 6 Maret 2007 untuk membantu ternak/hewan korban gempa bersama IFAW (International Foun and Animal Welfare) Amerika dan CARE (Center Animal and Resceu Education) Yogyakarta.

Permasalahan

Untuk pengembangan Pos Keswan menjadi Klinik Hewan atau Rumah Sakit Hewan masih ditemukan beberapa kendala antara lain :

  •  
    • Belum tersedianya petugas sesuai dengan struktur organisasi yang diinginkan
    • Petugas para medis yang ada belum memiliki sertifikat sebagai para medis.
    • Belum tersedianya sarana penunjang kelancaran admininistrasi
    • Belum tersedia sarana transportasi berupa mobil ambulan atau mobil Keswan keliling
    • Masih kurangnya keterampilan tenaga medis dalam menangani kasus – kasus yang memerlukan penanganan khusus.

Saran

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan pada Pos Keswan diperlukan antara lain :

  •  
    • Pembinaan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Dinas Peternakan Propinsi, BPPV Regional  dan Direktorat Keswan
    • Dukungan dari Pemerintah Daerah dan seluruh lapisan masyarakat.
    • Pengisian personil sesuai dengan latar pendidikan dan pengalaman
    • Peningkatan sumber daya petugas berupa pendidikan / latihan keprofesian atau pendidikan berkelanjutan
    • Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan hewan

 

SUB DINAS KESEHATAN HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

Pembangunan Kesehatan Hewan secara umum mengacu pada kebijakan nasional tentang Kesehatan Hewan yaitu 1). kebijakan kesehatan hewan untuk mempertahankan status kesehatan hewan dan 2). meningkatkan status kesehatan hewan dalam rangka menjamin kesehatan hewan, masyarakat dan lingkungan serta menjamin kepastian usaha peternakan.
Kebijakan dalam rangka mempertahankan status kesehatan hewan meliputi :


1. Penolakan Penyakit Hewan berupa pengawasan lalu lintas hewan.
2. Kesiagaan Terhadap Penyakit Eksotik
3. Peningkatan Kepedulian Masyarakat
4. Penerapan Manajemen Kesehatan Hewan dan Biosekuriti

Kebijakan dalam rangka meningkatkan status kesehatan hewan meliputi :

  1. Pengamatan Penyakit Hewan Menular dengan melaksanakan surveillance dan pemetaan Penyakit Hewan Menular (PHM).
  2. Pencegahan dan Pemberantasan PHM berupa; pelayanan medik veteriner, privatisasi pelayanan poskeswan dan pemberdayaan tenaga fungsional medik veteriner.
  3. Pengawasan Obat Hewan dengan pemberdayaan Tenaga Pengawas Obat Hewan.

Pembinaan dan pengawasan Kesmavet telah diatur dalam Undang-undang No.6 tahun 1967 tentang pokok-pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan serta dalam Peraturan Pemerintah No.22 tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner.

Ruang lingkup pembinaan dan pengawasan Kesmavet meliputi : Keamanan Pangan asal Hewan, perlindungan lingkungan budidaya ternak, pengawasan penyakit zoonosis serta kesejahteraan hewan / Kesrawan ( Animal Welfare).

Sesuai dengan otonomi daerah kebijakan terebut dilaksanakan dengan pembagian tugas kepada seksi-seksi sesuai dengan tupoksinya :

  1. Seksi Pengamatan dan Penyidikan Penyakit Hewan (P2H)
  2. Seksi Pencegahan dan Penyidikan Penyakit Hewan ( P3H ).
  3. Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET)

Kesehatan hewan merupakan salah satu unsur penting di bidang peternakan di mana peranannya sangat mendukung dalam usaha peningkatan produksi peternakan. Dengan meningkatnya kesehatan ternak maka akan mengakibatkan ternak berproduksi dengan baik yang mana hal ini akan berdampak pada peningkatan pendapatan bagi peternak .

 

Salah satu kendala utama bagi program peningkatan produksi ternak di adalah munculnya berbagai penyakit hewan menular yang menimbulkan kerugian ekonomi pada masyarakat antara lain berupa kematian, penurunan produksi, penurunan angka kelahiran, dan lain-lain. Selain itu juga terdapat beberapa penyakit hewan yang mempunyai resiko penularan terhadap masyarakat, seperti Rabies, dan Flu Burung (Avian Influenza). Di propinsi Sumatera Barat ada beberapa penyakit hewan strategis dan ekonomis yang penyebabnya terdiri dari virus, bakteri dan parasit. Penyakit-penyakit hewan tersebut, antara lain :

  • Penyakit strategis (ND, Gumboro, SE, Rabies, Brucellosis, Jembrana, Anaplosmosis, Babessiosis, Fasciola dan MCF)
  • Penyakit ekonomis (Surra, Anaplasmosis, Babesiosis, Fasciolasis dan MCF).

Pemetaan penyakit hewan sangat diperlukan untuk menyajikan informasi yang tertulis dan akurat mengenai penyakit-penyakit tersebut di atas. Untuk membuat pemetaan penyakit hewan di Sumatera Barat diperlukan data yang dikumpulkan dari kegiatan diagnosa, surveillance, monitoring, investigasi, dan pelayanan aktif selama bertahun-tahun dari seluruh daerah Kabupaten/Kota. Di samping itu data juga dapat diperoleh melalui Laboratorium tipe B dan C, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional, Dinas Peternakan Kabupaten/Kota serta seluruh Poskeswan.

Tujuan dan Sasaran. Adapun tujuan pembuatan Buku Pemetaan Penyakit Hewan Menular ini antara lain :

  • Memberikan informasi mengenai macam-macam penyakit hewan serta distribusinya, sehingga dapat dijadikan masukan bagi pemerintah pusat dan instansi terkait di daerah dalam menyusun kegiatan dan kebijakan penanggulangan penyakit hewan menular
  • Mempermudah proses pengambilan keputusan dalam pemberantasan penyakit hewan menular di masa mendatang
  • Meningkatkan kualitas pelaporan penyakit hewan menular mulai dari tingkat desa, Kecamatan sampai ke tingkat Kabupaten dan Propinsi untuk selanjutnya disampaikan ke tingkat pusat
  • Memvisualisasikan data penyakit hewan menular dalam bentuk spasial.

Dengan tersedianya data base penyakit hewan menular akan mempermudah mengetahui lokasi-lokasi kantong penyakit hewan menular sehingga memudahkan pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular di masa mendatang.

 

 

 

BAB II

CIRI-CIRI HEWAN SEHAT

 

 

Dua tahap proses pemeriksaan kesehatan hewan yaitu pemeriksaan ante mortem dan pemeriksaan pos mortem. Pemeriksaan ante mortem dilakukan sebelum hewan dipotong atau saat hewan masih hidup. Sebaiknya pemeriksaan ante mortem dilakukan sore atau malam hari menjelang pemotongan keesokan harinya. Pemeriksaan pos mortem dilakukan setelah hewan dipotong

1. PEMERIKSAAN ANTE MORTEM.

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan fisik dan perilaku

1. Pemeriksaan Perilaku .

Lakukan pengamatan dan cari informasi dari orang yang merawatnya . Gali informasi sebanyak-banyaknya, namun informasi yang diterima jangan langsung dipercaya 100%, cek kembali kondisi di lapangan.

1. Nafsu makan.

Hewan yang sehat nafsu makannya baik. Hewan sakit nafsu makannya berkurang atau bahkan hilang sama sekali

2. Cara bernafas.

Hewan sehat nafasnya teratur, bergantian antara gerakan dada dan gerakan perut. Sesak nafas, ngos-ngosan, nafas pendek berarti hewan sakit.

3. Cara berjalan.

Hewan sehat jalannya teratur, rapi, bergantian antara keempat kakinya. Pincang, loyo, atau bahkan tak bisa berjalan menunjukkan hewan sedang sakit.

4. Buang kotoran

Cara buang kotoran dan kencingnya lancar tanpa menunjukkan gejala kesakitan. Konsistensi kotoran (feses) padat.

 

 

2. Pemeriksaan Fisik :

1. Suhu tubuh (temperatur)

Gunakan termometer badan ( digital atau air raksa ), masukkan ujung termometer kedalam anusnya sampai terdengan bunyi biip (termometer digital) atau sampai air raksa berhenti mengalir (termometer air raksa). Suhu tubuh sapi normal berkisar antara 38,5 – 39,2oC.

2. Mata

Bola mata bersih, bening dan cerah. Sedikit kotoran di sudut mata masih normal. Kelopak mata bagian dalam (conjunctiva) berwarna kemerahan (pink) dan tidak ada luka. Kelainan yang biasa dijumpai pada mata yaitu adanya kotoran berlebih sehingga mata tertutup, kelopak mata bengkak, warna merah, kekuningan ( icterus) atau cenderung putih (pucat).

3. Mulut

Bibir bagian luar bersih, mulus dan agak lembab. Bibir dapat menutup dengan baik. Selaput lendir rongga mulut warnanya merata kemerahan (pink), tidak ada luka. Air liur cukup membasahi rongga mulut. Lidah warna kemerahan merata, tidak ada luka dan dapat bergerak bebas. Adanya keropeng di bagian bibir, air liur berlebih atau perubahan warna selaput lendir (merah, kekuningan atau pucat) menunjukkan hewan sakit.

4. Hidung

Tampak luar agak lembab cenderung basah. Tidak ada luka, kotoran, leleran atau sumbatan. Pencet bagian hidung, apabila keluar cairan berarti terjadi peradangan pada hidung. Cairan hidung bisa bening, keputihan, kehijauan, kemerahan, kehitaman atau kekuningan.

5. Kulit dan Bulu

Bulu teratur, bersih, rapi dan mengkilat. Kulit mulus, tidak ada luka, keropeng dsb. Bulu kusam, tampak kering dan acak-acakan menunjukkan hewan kurang sehat.

6. Kelenjar Getah Bening

Kelenjar getah bening yang mudah diamati adalah yang berada di daerah bawah telinga , daerah ketiak dan selangkangan kiri dan kanan.. Raba bagian kulitnya dan temukan bentuk benjolan. Dalam keadaan normal tidak terlalu mencolok kelihatan. Apabila ada peradangan kemudian membengkak, tanpa diraba akan terlihat jelas pembesaran didaerah dimana kelenjar getah bening berada.

7. Daerah Anus

Bersih tanpa ada kotoran, darah dan luka. Apabila hewan diare, kotoran akan menempel pada daerah sekitar anus.

Karakteristik ternak sehat dapat dilihat dari tingkah lakunya antara lain:

·         Nasfu makan normal

·         Agresif

·         Istirahat dengan tenang

·         Pergerakan tidak kaku

·         Keadaan mata, selaput lendir dan warna kulit normal

·         Pengeluaran kotoran atau urine tidak sulit dengan warna dan konsistensinya normal

·         Tidak terdapat gangguan dalam bernafas, denyut nadi dan suhu tubuh.

Hasil pemeriksaan ante mortem terdiri atas 3 kelompok yaitu , kelompok yang lolos (sehat), tidak lolok (sakit) dan lolos bersyarat (dicurigai sakit atau sakit yang tidak berbahaya).

Hewan yang tidak lolos dari pemeriksaan ante mortem dipisah dan jangan dipotong. Perhatian lebih ditujukan untuk hewan-hewan yang lolos bersyarat. Hewan dalam kelompok ini mendapat perhatian lebih dalam pemeriksaan pos mortem.

2. PEMERIKSAAN POS MORTEM

Setelah hewan dipotong (disembelih) lakukan pemeriksaan pos mortem dengan teliti pada bagian-bagian sbb :

1. Karkas

Karkas sehat tampak kompak dengan warna merah merata dan lembab. Bentuk-bentuk kelainan yang sering dijumpai seperti adanya butiran-butiran menyerupai beras (beberasan – Bali), bercak-bercak pendarahan, lebam-lebam, berair dsb.

2. Paru-paru

Paru-paru sehat berwarna pink , jika diremas terasa empuk dan teraba gelembung udara, tidak lengket dengan bagian tubuh lain, tidak bengkak dengan kondisi tepi-tepi yang tajam. Ditemukan benjolan-benjolan kecil pada rabaan paru-paru atau terlihat adanya benjolan-benjolan keputihan (tuberkel) patut diwaspadai adanya kuman tbc.

 

3. Jantung

Ujung jantung terkesan agak lancip, bagian luarnya mulus tanpa ada bercak-bercak perdarahan. Belah jantung untuk mengetahui kondisi bagian dalamnya.

4. Hati

Warna merah agak gelap secara merata dengan kantong empedu yang relatif kecil. Konsistensi kenyal dengan tepi-tepi yang cenderung tajam. Sayat beberapa bagian untuk mengetahui kondisi didalamnya. Kelainan yang sering ditemui adalah adanya cacing hati (Fasciola hepatica atau Fasciola gigantica – pada sapi), konsistensi rapuh atau mengeras.

5. Limpa

Ukuran limpa lebih kecil dari pada ukuran hati, dengan warna merah keunguan. Pada penderita anthrax keadaan limpa membengkak hebat.

6. Ginjal

Kedua ginjal tampak luar keadaannya mulus dengan bentuk dan ukuran relatif semetris. Adanya benjolan, bercak-bercak pendarahan, pembengkakan atau perubahan warna merupakan kelainan pada ginjal. Belah menjadi dua bagian untuk emngetahui keadaan bagian dalamnya.

7. Lambung & Usus

Bagian luar dan bagian dalam tampak mulus. Lekukan-lekukan bagian dalamnya teratur rapi. Penggantung usus dan lembung bersih Tidak ditemukan benda-benda asing yang menempel atau bentukan-bentukan aneh pada kedua sisi lambung dan usus. Pada lambung kambing sering dijumpai adanya cacing yang menempel kuat berwarna kemerahan.

Pemeriksaan pos mortem dilakukan secara hati-hati dan teliti. Diperlukan latihan dan ketrampilan untuk melakukan pemeriksaan ini, terutama untuk mengenali organ-organ dalamnya (mana hati, limpa, ginjal dsb)

Hasil akhir pemeriksaan pos mortem adalah baik (sehat), tidak baik (sakit / rusak ) dan baik sebagian. Kategori baik sebagian karkas / organ dapat dikonsumsi dengan menghilangkan bagian tertentu yang tidak baik. Kategori tidak baik harus diafir semua organ / karkas yang rusak atau seluruh tubuh hewan tersebut.

Ciri-ciri hewan sehat perlu diketahui, agar kita bisa mengkonsumsi produk daging yang sehat dan menyehatkan.

 

Pedoman seleksi hewan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyeleksi hewan:

  1. hewan yang jantan tidak dikastrasi/dikebiri, testis/buah zakar masih lengkap (2 buah) dengan bentuk dan letaknya simetris,
  2. hewan yang akan disembelih cukup umur, untuk kambing dan domba berumur lebih dari satu tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap, sapi dan kerbau berumur dua tahun ditandai dengan tumbuhnya gigi tetap,
  3. hewan harus sehat dengan ciri-ciri :
    1. tidak cacat (pincang, mata buta/picak),
    2. telinga tidak rusak,
    3. bulu bersih dan mengkilap,
    4. lincah,
    5. muka cerah,
    6. nafsu makan baik,
    7. lubang kumlah (mulut, mata, hidung, telinga dan anus) bersih dan normal. 

 

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyembelihan hewan :

 

Tahap pertama, persiapan sebelum penyembelihan seperti tempat penyembelihan hendaknya terpisah dari sarana umum, tempat penjualan makanan dan minuman, serta dibuatkan lubang yang cukup (lebih dari satu meter) untuk menampung darah hasil penyembelihan,  kemudian peralatan yang digunakan memotong hendaknya tidak berkarat, diasah dengan tajam, bersih. Sedangkan hewan diistirahatkan atau dikarantina minimal 3 hari.

 

Tahap kedua dalam proses penyembelihan dilaksanakan pemeriksaan sebelum pemotongan (ante mortem) agar hanya hewan sehat yang dipotong dengan memperhatikan ciri-ciri sehat hewan qurban.

 

Tahap ketiga sebagai tahap penyembelihan yang dengan tata cara agama Islam disesuaikan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, diantaranya membaca Basmallah (Bismillahirrahmaanirrahim) dan mengumandangkan takbir saat mulai penyembelihan, memutus jalan makanan (mari ), memutus dua urat nadi (wadajain), memutus jalan nafas (hulqum), hewan dipotong dengan sekali tekan/potong tanpa mengangkat pisau dari leher (namun kepala tidak langsung dipisahkan).

 

Tahap keempat, dilaksanakan pemeriksaan setelah penyembelihan (postmortem) yakni pemeriksaan organolepsis sebagai pemeriksaan terhadap bau, warna, konsistensi/kekenyalan daging. Untuk limpa normal ciri-cirinya kenyal tidak terjadi pembengkakan atau hancur. Selanjutnya bagi petugas penyembelihan dan pemotongan daging setelah bekerja harus membersihkan dirinya dan dilanjutkan dengan menggunakan larutan pemati kuman (desinfektan), begitu pula dengan alat-alat penyembelihan dibersihkan dengan sabun dan desinfektan. Sedangkan sisa-sisa penyembelihan dibuang, dibakar dan disucihamakan dengan baik.

 

Kita perlu menghindari mengkonsumsi daging yang dimasak setengah matang, serta meminta masyarakat segera melaporkan dan konsultasi dengan dokter atau puskesmas terdekat bila menemui kelainan atau gejala yang patut dihubungkan dengan penyakit Anthrax.

 

Ciri Hewan Sehat.

Ciri-ciri fisik dari hewan yang sehat biasanya bisa dikenali dari gerakannya yang lincah (gesit), bulu tidak kusam, mata bersinar, lubang alami (mulut, hidung, telinga dan anus) tidak mengeluarkan leleran atau darah, suhu tubuh normal (40 derajat Celcius). Sebaliknya hewan yang tidak sehat selain bisa dilihat dari gerakannya yang tidak gesit, bulunya terlihat kusam, mata sayu, mengeluarkan leleran atau darah dari lubang alami, suhu tubuhnya di atas 40 derajat Celsius. “Sampai saat ini penyakit antraks dan cacing hati masih mendominasi penyakit pada hewan. Untuk mengantisipasi hal itu di samping lebih teliti dalam memilih hewan yang akan disembelih, alangkah baiknya jika masyarakat meminimalkan kontaminasi dengan apa saja. Misalnya dengan menggantung hewan (kambing) yang sudah disembelih, mencuci pisau setiap kali mau digunakan serta menggunakan alas yang benar-benar bersih (tidak tercemar),” agar kualitas dagingnya bagus, hewan yang akan disembelih sebaiknya diistirahatkan.

Tabel Suhu Tubuh Normal Hewan Sehat

Nama Hewan

Suhu Rata-rata 0C

Kisaran 0C

Sapi

38,6

38,0 – 39,3

Domba

39,1

38,3 – 39,9

Kambing

39,9

38,7 – 40,7

Babi

39,2

38,9 – 39,8

Selain itu, masih ada kasus setelah hewan dipotong, masyarakat mencampur daging dan jeroan. Padahal jeroan tersebut kotor sehingga memudahkan mikro organisme untuk masuk.  “Dalam penyembelihan,  alangkah baiknya selain pisau dan alas yang bersih juga dibuat lubang untuk menampung darah. Begitu juga dengan cara menjatuhkan hewan harus benar (kaki diikat), dan diusahakan dari kerongkongan serta anus tidak keluar kotoran yang bisa menyebabkan daging terkontaminasi,”

Di antaranya dengan melakukan pemeriksaan kesehatan di tempat-tempat penampungan dan memberikan penyuluhan pada para Peternak.   Kantor Pertanian dan Kehewanan (Pertanwan) juga memperketat pengawasan terhadap hewan yang dipasarkan di wilayah kota. Pemantauan di pasar tiban ini untuk memberi ketenangan kepada masyarakat yang akan membeli hewan. Termasuk antisipasi terhadap kemungkinan terjangkitnya hewan dari penyakit menular. Dikatakan, penyakit hewan yang biasanya menyertai adalah Orf. Ini merupakan penyakit menular pada hewan tapi tidak menular ke manusia. Ditandai dengan munculnya dakangen (bibir seperti sariawan), sehingga kurang pas dipotong. Pedagang sekarang ini juga banyak mengeluhkan penyakit belek yang menyerang hewan.  Masyarakat yang akan membeli hewan dapat mengenali kesehatan hewan dari fisiknya. Asalkan hewan terlihat aktif, tidak nglentruk dapat dipastikan hewan tersebut dalam kondisi sehat.   Warga diminta segera melapor apabila ada dugaan adanya penyakit zoonosa. Penyakit yang paling banyak ditemukan saat pemotongan hewan adalah cacing hati. Sebanyak 78 ekor sapi terserang cacing hati. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 30 ekor.

Pelayanan hewan dilakukan dengan mendampingi pemotongan hewan untuk melakukan pemeriksaan hewan dan dagingnya sehat atau tidak. Karena itu, sejak awal ia sudah mensosialisasikan kepada warga tentang ciri dan treatment untuk sapi yang terserang cacing hati. Secara fisik hati sapi banyak lubangnya karena gigitan cacing. Meskipun jika direbus cacingnya mati namun sebenarnya hati yang terdapat cacing hati tidak layak untuk dikonsumsi karena mengandung racun. Jika masih dikonsumsi efeknya perut akan terasa mual. Tujuannya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan hewan  yang akan dipotong di lokasi pemotongan. Jadi setiap pemotongan hewan  mendapatkan pengawasan langsung dari instansi yang berwenang. Hal itu sesuai UU No 6 Tahun 1967 tentang ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan serta PP No 15 Tahun 1977 tentang penolakan, pencegahan, pemberantasan dan pengobatan penyakit hewan. Tapi karena keterbatasan petugas tidak semua titik penjualan dan pemotongan hewan dapat terpantau. Selain itu tidak semua melapor. Selama kurun waktu 3 tahun ini penyakit hewan yang sering ditemui berupa cacing hati pada sapi, sehingga kalau kondisi organ hati rusak sebaiknya hati sapi itu tidak dikonsumsi. 

Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan oleh dokter hewan atau tenaga terlatih dibawah pengawasan dokter hewan . Tahapan ini dimaksudkan untuk menyingkirkan (mengeliminasi) kemungkinan-kemungkinan terjadinya penularan penyakit dari hewan ke manusia. Proses ini juga bermanfaat untuk menjamin tersedianya daging dan produk ikutannya dengan mutu yang baik dan sehat.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENDIDIKAN KESEHATAN HEWAN

 

 

Pendidikan kesehatan menjadi hal yang sangat menunjang program-program kesehatan yang lain. Akan tetapi pada kenyataannya pengakuan ini tidaklah didukung oleh kenyataannya. Artinya dalam program-program pelayanan kesehatan kurang melibatkan pendidikan kesehatan. Meskipun program itu telah melibatkan pendidikan kesehatan, tetapi kurang berbobot. Argumentasi mereka adalah karena pendidikan kesehatan itu tidak segera dan jelas memperlihatkan hasil. Dengan perkataan itu pendidikan kesehatan tidak segera membawa manfaat bagi masyarakat, dan mudah dilihat atau diukur. Hal ini memang benar karena pendidikan adalah merupakan behavioral investment jangka panjang. Hasil intervensi pendidikan kesehatan baru dapat dilihatbeberapa tahun kemudian. Dalam waktu yang pendek (immediate impact) pendidikan kesehatan hanya menghasilkan perubahan atau peningktan pengetahaun masyarakat. Sedangkan peningkatan pengetahuan saja belum akan berpengaruh langsung terhadapa indikator kesehatan. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh padaperilaku sebagai hasil jangka menengah ( intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan. Hal ini berbeda dengan program pengobatan yang dapat langsung memebrikan hasil terhadap penurunan kesehatan.

PERANAN PENDIDIKAN KESEHATAN

 

Semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu pada koknsep HL. Blum. Dari hasil penelitiannya di amerika serikat, Blum menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang sangat besar terhadapa status kesehatan; kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan yang mempunyai andil yang paling kecil terhadap status kesehatan. Selanjutnya Lawrence Green menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:


1. faktor predisposisi ( predisposiing faktor)
2. faktor pendukung ( enabling factor)
3. faktor yang memperkuat atau mendorong ( reinforcing factor)

Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan kepada tiga faktor tersebut.

KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN.

 

Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di dalam bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adakah suatu pedagogik praktis atau praktik pendidikan. Oleh sebab itu konesp pendidikan kesehatan adalah pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan. Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar. Hal ini berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau nperubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok dan masyarkat. Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai mahluk sosial di dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup didalam mastyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, pebih pandai, lebih mampu, lebh tahu dan sebagianya). Dalam mencapai tujuan tersebut seseorang individu, kelompok, masyarkat tidak terlepas dari kegiatan belajar.

 

Kegiatan atau proses belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Seseorang dapat dikatakan belajar apabila di dalam dirinya terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat.

 

Kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri

  • Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada sasaran
  • Perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu relatif lama
  • Perubahan itu terjadi karena usaha dan disadari, bukan karena kebetulan.

Jadi konsep pendidikan kesehatan juga merupakan proses belajar pada individu, kelompok, masyarakat dari yang tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi sendiri masalah kesehatan menjadi mampu dan lain sebagainya.

 

PROSES PENDIDIKAN KESEHATAN.

 

Seperti yang telah diketahui bahwa didalam peroses belajar terdapat tiga persoalan pokok

  1. Masukan, adalah menyangkut sasaran belajar (individu, kelompok, masyarakat) dengan berbagai latar belakangnya.
  2. Proses, mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan (perilaku) pada diri subyek sasaran. Didalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antar berbagai faktor, subyek belajar, pengajar, metode dan teknik belajar, alat bantu belajar , dan materi atau bahan pelajaran.
  3. Keluaran, hasil belajar yang bisa berupa perubahan perilaku dan kemampuan.

Proses belajar dapat digambarkan sbb:

INPUT========>PROSES========>OUTPUT

 

RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KESEHATAN.

 

Berdasarkan sasaran,   pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan dalam

  • Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu
  • Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok
  • Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas

Menurut dimensi tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan dpat berlangsung di berbagai tempat dengan sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya:

  • pendidikan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid.
  • pendidikan di rumah sakit, di rumah sakit dan sasarannya adalah pasien dan keluarganya
  • pendidikan kesehatan di tempat kerja, dengan sasarannya buruh atau karyawan yang bersangkutan dan sebagainya.

TINGKAT PELAYANAN PENDIDIKAN.

 

Pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan 5 tingkat pencegahan (five levels of preventions)

  1. Promosi kesehatan (health promotion). Pada tingkat ini pendidikan kesehatan di perlukan misalnya dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi, hygiene perorangan dan lainnya.
  2. Perlindungan khusus (spesifik protection). contoh dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus perlu diikutsertakan juga pendidikan tentang imunisasi.
  3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment). Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, anak sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi dalam masyarakat. Bahkan terkadang masyarakat sulit atau tidak mau periksa dan diobati penyakitnya. Hal ini bisa berakibat masyarakat tidak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sangat diperlukan pada tahap ini.
  4. Pembatasan kecacatan (disability limitation). Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit, seringkali berakibat masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Pengobatan yang tidak tuntas tersebut dapat berakibat pada kecacatan atau memiliki ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu. Oleh sebab itu pendidikan pada tahap ini penting di perlukan.
  5. Rehabilitasi ( rehabilitaion). Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang orang menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya kadang diperlukan latihan tertentu, oleh karena pengetahuan dan kesadaran orang tersebut, ia tidak atau dengan melakukan latihan yang dianjurkan. Disamping itu orang yang cacat setelah sembuh dari penyakit, kadang kadang mau untuk kembali ke masyarakat. Sering terjadi pula masyarakat tidak mau menerima mereka sebagai anggota masyakarat yang normal. Oleh sebab itu jelas pendidikan kesehatan diperlukan bukan saja untuk orang yang cacat tersebut, tapi perlu juga pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

SUB BIDANG KEILMUAN PENDIDIKAN KESEHATAN. Seperti yang sudah disampaikan di atas bahwa pendidikan kesehatan sebagai usaha intervensi untuk mengarahkan perilaku kepada tiga faktor:

  1. faktor predisposisi
  2. faktor enabling
  3. faktor reinforcing

Strategi dan pendekatan untuk ketiga faktor tersebut berbeda-beda, meskipun tidak secara eksplisit. Dari perbedaan dan pendekatan tersebut maka dikembangkan mata ajaran atau sub disiplin ilmu sebagai bagian dari pendidikan kesehatan. Mata ajaran tersebut adalah

 

Komunikasi

Diperlukan untuk mengkondisikan faktor-faktor predisposisi. Kurangnya pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, adanya tradisi, kepercayaan yang negatif tentang penyakit, makanan, lingkungan dsb, mengakibatkan mereka tidak berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Untuk itu maka diperlukan komunikasi, informasi-informasi kesehatan. Untuk berkomuniksai yang efektif para petugas kesehatan perlu dibekali ilmu komunikasi, termasuk media komunikasi.

Dinamika kelompok.

 

Salah satu metode pendidikan kesehatan yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan kepada sasaran pendidikan. Sehingga dinamika kelompok diperlukan dalam mengkondisikan faktor predisposisi perilaku kesehatan, dan harus dikuasai oleh setiap petugas kesehatan.

 

Pengembangan dan pengorganisasian masyarakat (PPM)

Guna memperoleh perubahan perilaku yang diharapkan secara efektif dan efisien diperlukan faktor-faktor pendukung yang berupa sumber-sumber dan fasilitas yang memadai. Hal tersebut sebagain harus digali dan dikembangkan dari masyarakat. Masyarakat harus mampu untuk mengorganisasikan komunitasnya untuk berperan serta dalam penyediaan fasilitas-fasilitas. Untuk itu para petugas kesehtaan hatus dibekali denga ilmu ppm.

 

Pengembangan kesehatan masyarakat desa (PKMD)

PKMD pada dasarnya adalah bagian dari ppm namun lebih mengarah pada Kesehatan. Pkmd pada prinsipnya adalah wadah partisipasi masyarakat dalam bidang pengembangan kesehatan. Filosofi dari PKMD adalah pelayanan kesehatan dari mereka, untuk mereka, dan oleh mereka. Oleh sebab itu petugas kesehatan harus dibekali dengan Ilmu PKMD

Pemasaran sosial.

 

Untuk memasyarakatkan produksi (products) kesehatan baik yang berupa peralatan, fasilitas maupun jasa pelayanan, perlu usaha pemasaran. Pemasaran jasa-jasa pelayanan ini menurut istilah bisnis disebut pemasaran sosial. Pemasaran sosial diperlukan untuk intervensi pada faktor-faktor pendukung dan pendorong dalam perubahan perilaku kesehatan.

Pengembangan organisai.

 

Agar institusi kesehatn sebagai organisasi pelayanan kesehatan, dan organisasi masyarakat mampu berfungsi sebagai faktor pendukung dan pendorong perubahan perilaku kesehatan masyarakat, maka perlu dinamisasi dari organisasi-organisasi tersebut.

 

Pendidikan dan pelatihan.

 

Guna memberikan pendidikan dan pelatihan khusus kepada setiap petugas kesehatan selaku pendidik agar sikap dan perilaku petugas kesehatan menjadi faktor pendorong atau penguat perilaku sehat masyarakat

Pengembangan media (teknologi pendidikan kesehatan).

 

Untuk memperoleh hasil pendidikan efektif perlu adanya alat bantu atau media pendidikan, fungsi dari medai pendidikan adalah alat peraga untuk menyampaikan informasi atau pesan tentang kesehatan.

Perencanaan dan evaluasi pendidikan kesehatan.

 

Dalam pencapain tujuan program dan kegiatan semaksimal mungkin diperlukan perencanaan dan evaluasi. Perencanaan dan evaluasi program pendidikan kesehatan mempunyai kekhususan bila dibandingkan dengan program dan evaluasi program-program kesehatan yang lain. Hal ini karena tujuan program pendidikan kesehatan adalah perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku sasaran yang memerlukan pengukuran khusus. Oleh sebab itu untuk evaluasi secara umum ini kepada mereka perlu diberikan perencanaan dan evaluasi pendidikan kesehatan.

 

Antropologi kesehatan.

 

Pelaku manusia dipengaruhi oleh lingkungannya (fisik, sosio-budaya). Untuk melakukan pendekatan perubahan perilaku kesehatan, petugas kesehatan harus menguasai berbagai macam latar belakang sosio-budaya masyarakat yang bersangkutan. Maka petugas kesehatan harus menguasai antropologi, khususnya antropologi kesehatan.

 

Sosiologi kesehatan.

 

Latar belakang sosial, struktur sosial dan ekonomi berpengaruh pada perilaku kesehatan. Petugas juga perlu mendalami tentang aspek-aspek sosial masyarakat. Jadi jelaslah mereka harus menguasai sosiologi, terutama sosiologi kesehatan.

 

Psikologi sosial.

 

Psikologi merupakan dasar dari ilmu perilaku. Untuk memahami perilaku individu, kelompok dan masyarakat maka orang harus mempelajari psikologi guna memahami perilaku masyarakat terutama psikologi sosial.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

DIAGNOSA FISIK KESEHATAN TERNAK

 

 

Lingkungan ternak dalam program pemeliharaan sangat menentukan status kesehatan ternak. Untuk ternak bakalan yang dibeli di wilayah lain, yang  mungkin lingkungannya berbeda seperti suhu, kelembaban dan ketinggian tempat perlu dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu. Dalam pengelolaan awal ini perlu diberi pakan yang bergizi, dan minuman yang cukup. Apalagi kalau ternak tersebut berasal dari ternak yang dipelihara di padang penggembalaan yang bebas ke dalam sistem pemeliharaan dalam kandang yang tentu saja tidak bisa lagi bebas bergerak.

 

Pengenalan terhadap hewan sehat dan lingkungannya sangat diperlukan, sehingga bila terjadi penyimpangan-penyimpangan segera dapat mengenalinya. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam mengantisipasi adanya penyimpangan dari hewan sehat meliputi :

 

1. Pemeriksaan umum (inspeksi)

 

a. Inspeksi dilakukan dengan cara melihat dan meneliti adanya kemungkinan hal-hal yang abnormal, seperti bau dan suara atau keadaan abnormal lainnya, tanpa menggunakan alat bantu.  Inspeksi dilakukan dari jauh dengan cara memperhatikan hewan dan keadaan sekitarnya (kandang) dan dari segala arah. Bila ternak menunjukkan sikap atau posisi abnormal, usahakan agar posisinya normal dan perhatikan apakah ternak mampu untuk berada pada posisi yang normal. Untuk dapi kadang-kadang dilakukan dengan cara-cara tertentu, seperti ditarik tali hidungnya, digertak, sedikit dicambuk, dilipat ekornya atau kadang-kadang harus dibantu.

 

Perhatikan ekspresi muka/temperamen, kondisi tubuh, pernafasan (frekuensi, cara mengambil nafas, tipe pernafasan, ritme dan suara-suara abnormal yang terdengar) abdomen, posisi (berdiri atau berbaring), sikap, langkah, permukaan tubuh, pengeluaran-pengeluaran dan bau abnormal dari semua lubang-lubang pelepasan (hidung, mulut, anus, telinga, mata), adanya aksi-aksi atau suara-suara abnormal seperti batuk, bersin, ngorok, melenguh, menangis, faltus (kentut), eruktasi (glegeken), untuk ternak ruminansia, perhatikan pula ruminasinya.

 

b. Suhu

Suhu tubuh ternak perlu diketahui.  Sebelum mengukur suhu tubuh, kolom air raksa dalam termometer diturunkan terlebih dahulu, olesi ujung termometer dengan bahan pelicin yang tidak merangsang misalnya (vaselin). Masukkan ujung termometer dengan hati-hati ke lubang anus, bila ada hal yang meragukan misalnya (diduga ada radang lokal atau anus terlalu kendor), lakukanlah pada rongga mulut, hati-hati jangan sampai ujung termometer tergigit, pada cara ini hasilnya supaya ditambahkan 0,50C.

 

c. Selaput lendir mata

Perhatikan pula selaput lendir mata (conjunctiva). Geser ke atas kelopak mata atas dengan ibu jari, gantikan ibu jari dengan telunjuk dan sedikit ditekan, maka akan nampak selaput lendir mata. Lakukan pula pada kelopak mata yang bagian bawah. Bandingkan antara conjuctiva mata kanan dan kiri, apakah ada perbedaan. Selanjutnya usahakan melihat conjunctiva pada beberapa ekor ternak dan berbagai spesies untuk meyakinkan bagaimana warna konjungtiva normal. Pada waktu pemeriksaan konjungtiva, perhatikan apakah ada perubahan warna, apakah lebih basah atau lebih kering, apakah ada lesi, kotoran, bercak-bercak dan lain sebagainya. Bila ada perubahan apakah bilateral atau unilateral.

 

d. Selaput lendir hidung, mulut dan vulva.

Pemeriksaan selaput lendir hidung tidak selalu dapat dilakukan karena diantara ternak ada yang selaput hidungnya sempit atau selaput lendirnya berpigmen. Pada beberapa spesies, lesi pada selaput lendir, hidung, mulut dan vulva sering menjadi petunjuk untuk penyakit spesifik, oleh sebab itu pada waktu memeriksa selaput lendir, hal-hal tersebut perlu diingat.

 

e. Mata

Perhatikan konjungtiva mata apakah ada vasa injeksi atau lesi-lesi. Periksa pula bola mata dari sebelah muka dan samping supaya dapat dibedakan dimana letak lesi, apakah di cornea, atau di bagian sebelah belakangnya. Untuk pemeriksaan retina dan fundus dapat digunakan opthalmoskope.

 

2. Alat Pencernaan

Perhatikan nafsu makan dan minum, bila perlu coba berikan makanan dan minuman, apakah mau makan/minum. Perhatikan pula cara defekasi dan tinjanya, amati pada mulut, dubur dan kulit sekitar dubur, kaki belakang serta perut. Pada ruminansia perhatikan pula memamah biaknya atau ruminasi. Perhatikan kemungkinan adanya aksi atau pengeluaran yang abnormal yang berhubungan dengan alat pencernaan.

 

Abdomen, perhatikan perut sebelah kiri, bandingkan dengan sebelah kanan, simetriskah ?.  Perhatikan pula fossa sublumbalis.

Mulut,  bukalah mulut sapi dengan memegang tali hidung / cuping hidung dengan tangan krir, masukkan tangan kanan ke spasium interalveolare sehingga tangan dijilat-jilat. Paa kesempatan ini, peganglah lidah sapi dan tariklah ke samping hingga mulut terbuka, pergunakan kesempatan ini untuk melakukan inspeksi dan palpasi, bila perlu palpasi dilakukan sampai ke pharing dan pangkal esophagus. Perhatikan perubahan-perubahan warna, lesi, benda asing atau anomali lain yang mungkin terjadi pada mukosa mulut, lidah, gusi, pharyng, gigi geligi dan perhatikan bau mulutnya. Raba pharing dari sebelah luar saja, jangan lupa untuk meraba limpoglandulae mandibularis.

Esophagus, perhatikan leher sebelah kiri, terutama bila sapi sedang aructasi, regusgutasi atau menelan (deglutisi). Lakukan palpasi pangkal esophagus lewat mulut, lakukan pula palpasi dari luar. Perhatikan kemungkinan adanya benda asing atau sumbatan pada esophagus.  Ambil sonde kerongkongan yang terbuat dari spiral baja. Ukur dan beri tanda batas setelah diukur panjangnya dari mulut sampai rumen. Olesi ujung sonde (bagian yang besar) dengan vaselin atau pelicin lain yang  tidak merangsang dan aman. Buka mulut sedikit dan masukkan ujung tersebut kedalam mulut. Dorong pelan-pelan, biarkan zonde ditelan. Pada keadaan normal, zonde dapat ditelan terus sampai tanda batas yang telah ditentukan tadi. Tetapi bila ada sumbatan atau penyempitan, maka zonde akan berhenti atau sukar didorong masuk (jangan dipaksakan).

Rumen, lakukan pemeriksaan secara inspeksi, palpasi (dengan tinju), auskultasi, perkusi dan eksplorasi rektal. Bandingkan abdomen kiri dengan kanan, perhatikan fossa sublumbalis pada waktu inspeksi. Lakukan palpasi dan auskultasi, hitung frekuensi gerak per 5 menit dan kekuatan geraknya (tonus rumen). Usahakan untuk melakukannya pada sapi lainnya agar dapat mengira-ira atau merasakan bagaimana tonus yang normal. Lakukan perkusi pada dinding abdomen sebelah kiri. Tarik 2 garis bayangan yang membagi dinding perut sebelah kiri menjadi sepertiga bagian atas, sepertiga bagian tengah dan sepertiga bagian bawah. Perhatikan suara pukulan atau resonansi masing-masing bagian. Untuk melakukan eksplorasi rektal, kuku harus pendek/tumpul. Basahi atau olesi tangan dengan pelicin yang tidak merangsang. Dengan jari-jari tangan yang dikuncupkan, masukkan tangan pelan-pelan menerobos tekanan dari spinther ani (boleh agar dipaksakan), setelah melewati sphinter jari-jari agak dikepalkan dan bila masih ada peristaltik di dalam rektum, tunggu dulu sampai kendor, baru tangan didorong ke depan. Bila rektum berisi tinja, harus dikeluarkan terlebih dahulu. Anggaplah rektum ini sekedar sebagai sarung tangan. Raba dinding rumen sebelah kanan, pada keadaan normal dinding itu tidak akan melampaui bidang median (linea alba).

Reticulum, lakukan auskultasi pada sambungan costoshondral rusuk ke 7 sebelah kiri, perhatikan suara aliran ingesta cair dari reticulum ke rumen dan sebaliknya. Ambil sepotong bambu atau kayu yang cukup kuat dan cukup panjang, letakkan dibawah procesus xiphoideus dengan cara dipegangi oleh 2 orang di sebelah kiri dan kanan sapi. Pemegang yang sebelah disuruh bertahan, dan yang lain mengangkat ujung bambu atau kayu sbelahnya sehingga proc xiphoideus tertekan. Bila adan reticulitis, maka sapi akan melenguh kesakitan. Reaksi semacam ini juga akan diperoleh jika kulit diatas proc spinosus sebelah dorsal proc xiphoideus dicukit atau ditarik. Untuk mengetahui adanya logam yang mungkin ada dalam reticulum, dapat dilacak dengan metal detektor.

Omasum dan abomasum. Omasum praktis tidak dapat diperiksa secara fisik, hal ini disebabkan karena letak anatomiknya yang tidak dapat dijangkau. Sehingga diagnosa hanya dapat dilakukan secara indirect (tidak langsung). Sebagian dinding abomasum menempel pada dinding perut bawah sebelah kanan belakang dari proc xyphoideus. Lakukan perkusi di daerah ini, bila lambung berisi gas akan terdengar resonansi atau pekak bila terjadi impaction. Coba tekan keras-keras dengan tinju pada daerah yang sama, bila terjadi gastritis akan terasa nyeri dan sapi akan melenguh kesakitan dan mungkin menggeretakkan gigi (kerot = Jawa).  Kerot terjadi pada peristiwa abomasitis terutama pada waktu gerakan berbaring atau berdiri.  Lakukan asukultasi dan perkusi pada dinding perut sebelah kiri setengah bagian muka, ¾ bagian bawah daerah rumen. Bila sapi menderita diaplasia abomasum pada perkusi akan terdengar suara nyaring dan bila diauskultasi terdengar suara peristaltik yang melengking. Pada peristiwa ini abdomen sebelah kiri juga nampak distensi.

Usus, rectum dan anus. Lakukan asukultasi di daerah abdomen sebelah kanan. Dengarkan peristaltik usus dengan baik, bagaimana kekuatan peristaltik pada hewan yang normal, lakukan pula pada beberapa ekor sapi lain. Dengan membiasakan diri secara ini akan dapat membedakan apakah persitaltik kekuatannya normal, lebih kuat atau lemah. Gabungkan hasil auskultasi ini dengan pemeriksaan feses, suhu tubuh dan pemeriksaan umum, maka akan diperoleh gambaran keadaan usus. Untuk memeriksa rektum, lakukan palpasi dengan eksplorasi rektal, sedangkan anus cukup diinspeksi dan palpasi dari luar.

 

3. Alat pernafasan.

Perhatikan adanya aksi-aksi atau pengeluaran-pengeluaran yang abnormal seperti batuk, bersin, cegukan. Perhatikan frekuensi, ritme dan tipe nafas dan perbandingan frekuensi nafas dengan pulsus. Perhatikan kelainan-kelainan pada organ lain yang menunjang diagnosa alat pernafasan seperti conjunctiva, suhu tubuh, nafsu makan dan produksi susu.

Hidung. Perhatikan leleran yang keluar dari hidung dan adanya lesi-lesi dalam rongga hidung. Raba suhu lokal dengan menempelkan punggung jari tangan pada dinding luar hidung. Perhatikan cermin hidung, normalnya selalu basah dan tidak panas.

Pharing, laring dan trachea. Lakukan palpasi dari luar, perhatikan kemungkinan adanya reaksi batuk dan suhunya. Perhatikan glg regional terutama submandibularis baik konsistensi maupun besarnya.

Rongga dada. Lakukan perkusi di daerah rongga dada dengan pelksor dan pleksimeter dan lakukan auskultasi dan perahatikan kemungkinan terjadinya perluasan daerah perkusi, pada keadaan normal warna suaranya sama dengan bronchus, tetapi dapat juga terganggu oleh rasa nyeri pada pleura, oedema subcutis dan crepitasi.

 

4. Alat peredaran darah.

Gangguan peredaran  darah yang kemungkinan dapat diderita oleh ternak meliputi anemia, sianosis, dyspnoe, oedema, pulsus venosus, kelainan pada denyut nadi dan sikap atau tingkah laku hewan.

Nadi. Diperiksa dengan menghitung frekuensi denyut nadi juga ritme dan kualitasnya.

Jantung. Kerjakan pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Perhatikan frekuensi, ritme, kualitas dan kekuatan daerah pekak jantung. Perhatikan apakah terjadi peningkatan kekuatan debar jantung, apakah detak jantung dapat terdengar tanpa stetostkop, apakah teraba/tampak debar jantung pada dinding dada kanan, apakah terjadi percepatan detak jantung. Juga dengan perkusi, apakah ada pelebaran daerah pekak jantung.

Dengan auskultasi, dengarkan suara detak jantung dan hitung frekuensinya, lakukan bersama-sama pemeriksaan pulsus, perhatikan apakah detak jantung sinkron dengan pulsus, serta perhatikan ritmenya. Perhatikan perbedaan suara I (sistole) dan II (diastole). Perhatikan kemungkinan adanya perubahan kekuatan detak jantung, sura I dan II tidak dapat dibedakan, dan dupliksi suara I. Perhatikan pula kemungkinan adanya suara tambahan (bising) baik berasal dari endocardium (bising endocardial) maupun yang berasal dari pericardium (bising pericardial).

Vena. Vena jugularis pada hewan besar cukup diperiksa dalam keadaan berdiri, perhatikan kemungkinan adanya pulsus venosus tampak berupa pembesaran vena, aliran/desakan darah kembali ke sebelah atas yang biasanya melampaui daerah leher 1/3 bawah. Coba tekan pada batas antara daerah 1/3 tengah dan 1/3 bawah leher, apakah sebelah atas bagian yang ditekan tetap ada gerakan dari vena.

 

5.  Sistem getah bening.

Pemeriksaan klinik praktis hanya dapat dilakukan pada saluran lymphe dan kelenjar getah bening (lgl) yang letaknya superfisial, pada keadaan normal lgl dapat diraba, pada keadaan radang atau pembengkakan dapat diraba lebih jelas dan beberapa diantaranya dapat dilakukan inspeksi, demikian pula pembuluh lumfe dengan klep-klepnya. Pada waktu memeriksa, perhatikan perbedaan bentuk diantara spesies, perbedaannya bila mengalami radang akut (bengkak, panas, nyeri, abses) dan tumbuh ganda (tidak nyeri). Pada sapi lgl yang dapat diraba adalah lgl submaxilaris, parotidea dan retropharyngealis (tekan kedua ujung jari tangan kanan dan kiri ke atas pharyng) dan pada sapi betina dapat diraba lgl supramamaria. Pembengkakan lgl kemungkinan disebabkan karena adanya penyakit menular ( lekosis, tuberkulosis).

 

6. Glandula mammae.

Cuci glandula mammae bersih-bersih. Lakukan inspeksi dari muka, belakang dan samping. Pada keadaan normal glandula mammae kanan dan kiri simetris, tetapi tidak antara muka dan belakang. Perahtikan apakah ada tanda-tanda radang (kemerahan, bengkak, nekrosis). Lakukan palpasi, perhatikan suhu dan reaksi terhadap rabaan (rasa nyeri). Ambil contoh air susu, lakukan pemeriksaan uji lapangan. Biasakan mengambil contoh dari sebelah kanan, sehingga cawan-cawan dari peddle dapat diurutkan nomornya sebagai berikut :

A          = kanan depan                       C          =kiri depan

B          = kanan  belakang                 D         =kiri belakang

 

  1. Strip cup test.

Dengan cawan petri yang alas sebelah bawahnya dicat hitam, teteskan susu langsung dari puting. Bila ada jonjot-jonjot akan nampak jelas. Lakukan terhadap semua quarter.

  1. White side test

Ambil 4 cawan atau nampan yang bercawan empat. Perah masing-masing puting pada cawan tersebut sebanyak 5 ml, teteskan pada masing-masing cawan NaOh 4% (1N) sebanyak 1 ml (jumlahnya dapat berbeda. Asal perbandingan 5 :1). Gerak-gerakkan atau memutar-mutar, pada mastitis akan terdapat jonjot-jonjot, bentukan-bentukan seperti benang atau mengental (viscous).

Olesi lubang luar puting dengan spiritus dilutus (atau antiseptik yang lain). Ambil 4 tabung steril dengan tutup steril yang telah diberi nomor sapi dan nomor puting. Masukkan perahan keempat secukupnya, tutup kembali secara steril. Masukkan dalam termos yang berisi es yang terbungkus kantong plastik (termos dapat diganti dengan kotak/boks gabus sistesis). Kirimkan ke laboratorium untuk pemeriksaan tertentu. Kosongkan semua kuartir, setelah benar-benar kosong, lakukan palpasi sekali lagi. Perhatikan perbedaan jaringan yang sehat dengan yang mengalami radang atau penebalan pengerasan (indurasi). Raba lgl mammaria.

 

7. Sistema locomotio (anggota gerak)

Perhatikan apakah hewan sukar berdiri, sukar jongkok (berbaring), pincang, ada kekakuan, annggota gerak sukar atau tidak dapat digerakkan. 

Musculi (otot). Bandingkan kaki kanan dan kiri, apakah ada perbedaan besar oto, perbedaan contour dan palpasi apakah ada perbedaan ukuran, suhu, adanya rasa nyeri dan pengerasan. Dari isnpeksi dan palpasi bila ditemui adanya atropi otot lalu dicari penyebabnya (gangguan umum, saraf, persendian, tulang, teracak). Bila ada myositis apakah merupakan radang lokal atau sebab umum atau spesifik (azoturia pada kuda, blackleg pada sapi/kerbau).

Tulang. Perhatikan apakah kaki bengkok, ada pembesaran epiphyse tulang-tulang panjang, jendolan pada sambungan costochondral (pada rachitis), adanya pembengkakan pada persendian dan pembengkakan pada tulang maxilla mandibula. Coba gerak-gerakkan apakah ada rasa nyeri atau mungkin crepitasi (pada fraktur).  Perhatikan foto rontgen tulang, makin padat suatu jaringan, makin putih warnya. Makin longgar (makin banyak udara), maka makin hitam.

Persendian. Perhatikan apakah hewan pincang, ada pembengkakan pada persendian, lakukan palpasi : apakah ada penebalan, cairan kemudian gerak-gerakkan, apakah ada rasa nyeri atau kekakuan persendian.

Teracak. Perhatikan apakah ada pinang tumpu, apakah beban berat dipindahkan ke kaki lainnya, apakah ada lesi (pada corona, interdigiti, bola tanduk, telapak), apakah ada belatung atau lalat. Raba arteri digitalis, apakah teraba lebih kuat (jelas), apakah suhunya naik. Ambil visiter tang, jepitkan pada teracak yang tidak tersangka dahulu, kemudian baru pada yang tersangka sakit. Bersihkan teracak yang tersangka sakit, cuci dengan air dan kapas, bersihkan bagian-bagian yang busuk, cari dan perhatikan lesinya, mungkin terjadi laminitis, kemudian cari penyebabnya (dari anamnesa dan pemeriksaan umum : indigesti, retensi secundarium, toxaemia dll).

 

8. Organa uropetica

Perhatikan sikap normal pada waktu hewan kencing, perhatikan perbedaan kebiasaan pada berbagai spesies dan pada kelamin jantan betina. Perhatikan sikap-sikap abnormal (mengejang, membungkuk), perhatikan air seni (kemih) yang keluar, warnanya, baunya dan anomal (darah, jonjot, kekeruhan dll). Vesica urinaria (kandung kencing) dapat diperiksa dengan pemeriksaan rectal. Ambil air kencing dengan menekan vesica urinaria dan tampung dalam tabung reaksi untuk pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium (untuk uji minimal yaitu pH, protein dan endapan).

 

9. Sistem syaraf

Perhatikan sikap hewan ternak yang berkaitan dengan sistem syaraf, meliputi ekspresi muka yang tegang, eksitasi, acuh tak acuh, tampak bodoh, kejang, paralisa, peka cahaya, mudah terkejut, tanda-tanda kurang (tidak dapat melihat) dll. Perhatikan fungsi inervasi syaraf otak :

Syaraf I (Nervus olfactorius). Coba dekatkan ikan, daging dll pada carnifora atau rumput pada herbifora yang merangsang syaraf pembau tanpa mendengar atau melihat bahwa ada orang yang membawa makanan. Lihat reaksinya.

Syaraf II (Nervus opticus). Bawa hewan naik turun trap/rintangan, coba gerakkan jari telunjuk di muka matanya, perhatikan apakah hewan mengikuti arah gerak jari. Periksa bola mata, cari penyebab gangguan penglihatan dan apakah ada pembengkakan fundus.

Syaraf III (Nervus  occulomotorius). Perhatikan gerakan palpebrae mata, pupil dan bola mata. Untuk pemeriksaan pupil, tutup salah satu mata, buka cepat-cepat, bagaimana reksinya terhadap sinar.

Syaraf IV (Nervus trochlearis). Perhatikan gerakan bola mata.

Syaraf V (Nervus trigeminus) yang fungsinya adalah sensorik, motorik dan secretorik. Lakukan rangsangan dan lihat reaksinya pada otot-otot daerah kepala dan mata, perhatikan adanya sekresi saliva dan lacrimasi, diperaestehesi, paralysa, mastikasi  dan jumlah sekresi apakah berlebihan atau berkurang.

Syaraf VI (Nervus abducens). Bersama N III dan N IV dalam pergerakan bola mata.

Syaraf VIII (Nervus auditorius). Perhatikan, apakah hewan miring sebelah, sempoyongan (tidak dapat mempertahankan keseimbangan).Periksa lubang telinga ambil kerikan/apus periksa fisik dan mikroskopik, periksa denganlampu (pen light) atau stetockope, periksa adanya radang. Perhatikan bau yangkhas, bila ada runtuhan yang membusuk pada otitis eksterna.

Syaraf IX (Nervus glossopharyngeus), perhatikan apakah ada gangguan menelan.

Syaraf X (Nervus Vagus), distribusinya adalah pharing, palatus mollus, pita suara, trachea, larung, bronchus, esophagus, abdomen, intestinum. Kerja nervus vagus sebagai motorik dan sensorik. Paa jantung berjanya sebagai inhibitor. Jantung akan berdetak lebih epat, peristaltik usus berkurang atau hilang.

Syaraf Perifeer. Perhatikan aktivitas otot, coba rangsang dengan meraba, memijit, menusuk, mencubit dengan jari atau arteri klem atau pinsep chirurgik.

 

10. Reflek. Ambil lidi yang ujungnya dibalut dengan kapas, sentuhlah :

 

  1.  
    1. Conjunctiva dan cornea, untuk serabut sensorik dari cabang opthalmicus dan cabang maxillaris syaraf cranial V).
    2. Reflek pupil, lakukan dengan menutup salah satu mata, buka dan lihat kecepatan reaksinya (Nervus optic : sensorik, Nervus occulomotorius : motorik).
    3. Reflek perineal : sentuh perineus, perhatikan reaksi reflek syaraf spinal.
    4. Reflek pedal : sentuh, pijit, pinset (cubit) telapak kai/interdigiti, perhatikan reaksinya.
    5. Reflek profundal, sangga paha dan pukul ligamentum patella mediale (lutut), apabila reflek bagus, maka otot paha akan kontraksi mendadak.
    6. Reflek organik.
      1. Reflek menelan (koordinasi neuromusculer di daerah pharyng dan esophagus). Gangguan mekanisme ini terjadi pada tetanus, keracunan strichnin, paralysis N XII dan N X).
      2. Reflek respirasi (pusat reflek di media oblongata, otak, medulla spinalis daerah thorax).
      3. Reflek defekasi (syaraf yang mengintervensi sphincter ani).

 

Daftar Kondisi Fisik Hewan Sehat

 

Spesies

Frekuensi Nafas/menit

Frekuensi pulsus/menit

Suhu (0C)

Frekuensi gerak rumen/ 5 menit

Sapi

20-42

54-84

37,6-39,2

5-10

Kuda

14-48

36-48

37,0-39,5

 

Kerbau

24-29

64-80

37,6-39,0

5-8

Domba

26-32

63-90

38,0-40,0

5-10

Kambing

26-54

70-104

39,0-39,9

5-10

Babi

30-54

72-104

37,4-38,4

 

Anjing

24-42

76-148

37,8-39,5

 

Kucing

26-48

92-150

37,6-39,4

 

Ayam

18-78

150-200

40,3-43,0

 

Itik

18-72

126-200

40,0-42,4

 

 

Data merupakan hasil pengamatan Surono dkk. Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Yogyakarta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

TINDAKAN PENCEGAHAN PENYAKIT

PADA TERNAK

 

 

 

Perlu Gerakan Sanitasi Kandang

  • 28.000 Ayam Mati Kena AI

BREBES – Wabah baru avian influenza atau lebih mudah disebut AI, berbeda dari penyakit flu burung. Flu burung dapat menularkan virus dari unggas ke manusia, sedangkan AI menular sesama unggas tetapi tidak membahayakan manusia.

“Kendati demikian, penyakit ini berkembang luas ke peternak lain, para peternak perlu segera melakukan langkah pencegahan,” kata YMT Kepala Kantor Peternakan Kabupaten Brebes, Ir Nono Setyawan, menanggapi kemerembakan wabah baru pada unggas di wilayah Brebes selatan.

Guna menghindari penularan pada unggas sehat, cara terbaik menurut Nono adalah dengan membakar bangkai ayam yang terserang AI sehingga virus tidak menyebar ke mana-mana. Cara lainnya, dilakukan dengan mengubur bangkai unggas yang terkena AI pada lubang sedalaman 1,5 meter, kemudian ditaburi kapur.

Peternak harus dengan cepat melakukan bio security secara ketat, yakni menjaga lalu lintas ternak dan orang yang masuk ke kandang. Hal ini penting agar virus tidak menyebar ke mana-mana. Setelah itu lokasi kandang harus disemprot desinfektan (suci hama) supaya virus tidak menular ke unggas lainnya.

Menurut Nono, kini pihaknya belum perlu melakukan vaksinasi pada ayam. Sebab, vaksin hanya dilakukan pada ayam yang sehat. Karena itu sebelum dilakukan vaksinasi massal, ayam perlu diberikan vitamin supaya sehat. “Setelah benar-benar sehat, baru dilakukan vaksinasi,”

Pemusnahan Total

Idealnya, upaya pemberantasan total wabah AI atau wabah lain, seperti flu burung, kandang, ayam yang mati dan yang terinfeksi harus dimusnahkan.

Namun persoalannya, usaha ternak yang dilakukan masyarakat Desa Pakujati dan Kedungoleng merupakan satu-satunya tumpuan hidup. “Sangat tidak mungkin Pemkab membantu seluruh biaya yang dikeluarkan para peternak bila dilakukan pemusnahan total,” katanya.

Melihat persoalan itu, Kantor Peternakan dalam waktu dekat akan mengusahakan cara preventif melalui gerakan penyemprotan hama dengan desinfektan di kandang peternak. Diharapkan, kegiatan tersebut mengurangi penyebaran virus ke kandang lain yang masih aman.

Diakui oleh Nono, sekitar September 2003 hingga Februari 2004, kawasan ternak unggas di wilayah Brebes dinyatakan bebas wabah flu burung. Hal itu dilihat dari angka kematian unggas peternak yang relatif kecil, di bawah 5%.

Namun mendekati Maret, kematian unggas meningkat. Karena itu bangkai unggas petelur tersebut dibawa ke Balai Penyelidikan Penyakit Hewan (BPPH) Yogyakarta. Hasilnya positif terserang AI sehingga tingkat kematian mencapai 3.000 ekor.

Ketua Koperasi Perwangga (Persatuan Pemuda Dukuh Karangbawang dan Karanggandul) Desa Pakujati, Muhail SH, justru menampik data yang disodorkan Kantor Peternakan Brebes menyangkut angka kematian ayam petelur anggotanya.

Sebab, sejak Februari-Maret sudah sekitar 28.000 ekor ayam mati dengan nilai kerugian mencapai Rp 850 juta. Anggota koperasi yang berprofesi sebagai peternak 79 orang dengan populasi ternak mencapai 90.000 ekor.(wh-17i)

 

 

VAKSINASI

Penyakit Virus Pada Ayam.

Sumber: TRUBUS no. 201 / Tahun XVII

Berbagai jenis penyakit virus mudah sekali menular, dan banyak diantaranya sangat ditakuti peternak karena keganasannya. Sampai saat ini belum ditemukan obat yang efektif untukmenyembuhan penyakit yang disebabkan olehnya.

Ayam mudah diternak, tapi sangat rawan terhadap penyakit. Di antara berbagai jenis penyakit menular yang banyak mengancam, penyakit menular yang disebabkan oleh virus merupakan jenis penyakit yang paling ditakuti. Virus lebih lembut dari bakteri, karena jasad renik inibisa tembus dari saringan bakteri. Ia tidak bisa dilihat dengan mikroskop biasa. Untuk melihatnya secara jelas diperlukan foto dengan mempergunakan mikroskop elektron.

Penyakit virus mudah sekali menular. Baik secara kontak langsung maupun lewat perantara benda-benda lain. Misalnya udara, air minum, makanan, dan alat-alat peternakan yang tercemar. Di antara berbagai jenis penyakit akibat virus yang sering mrugikan peternakan ayam antara lain adalah tetelo alias NCD (New Cattle Desease), cacar unggas alias Fowl Pox, leukosis, lumpuh marek alias marek’s disease, gumboro alias infectious bursal disease, salesma ayam alias infectious laryngotracheitis, dan kini flu burung, dll. Berikut akan dijelaskan beberapa penyakit yang diakibatkan oleh virus.

1. Tetelo adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Totor furens. Keganasannya tergantung dari strain atau tipenya. Penyakit ini menyerang alat pernafasan, susunan dan jaringan syaraf, serta alat-alat reproduksi telur. Yang ganas cepat sekali menular, dan seringkali menimbulkan kematian secara mendadak.

2. Cacar unggas adalah penyakit bercak-bercak kulit yang disebabkan oleh virus Borreliota avium. Menyerang rongga mulut, hulu tenggorokan, daerah sekitar mata, jengger dan pial. Selain secara kontak langsung, penyakit ini bisa meluar lewat perantaraan nyamuk dan lalat.

3. Leukosis adalah penyakit tumor menular yang bersifat menahun. Penyebabnya adalah virus leukosis. Gejala dimulai dengan timbulnya pertumbuhan abnormal pada sel-sel darah putih. Tumor yang menyerang jaringan syaraf akan menimbulkan kelumpuhan pada leher, sayap dan kaki. Yang menyerang mata akan membuat bentuk mata tidak normal, rabun atau buta sama sekali. Yang menyerang organ bagian dalam (hati, ginjal, limpa dan ovarium) akan membuat ayam berjalan tegak seperti itik, dan penyakitnya disebut big liver disease. Akibatnya hati akan membengkak 3 sampai 4 kali normal, kotorannya encer, tubuh kurus, jengger dan pial pucat berkerut.

4. Lumpuh marek adalah penyakit lumpuh yang disebabkan oleh virus herpes. Menyerang anak ayam berumur 1-5 bulan. Gejalanya ditandai kejang lumpuh dengan kaki satu ke depan dan kaki lainnya kebelakang. Selain itu juga menimbulkan pembesaran yang mencolok pada syaraf dan timbulnya tumor pada organ dalam, kulit dan otot.

5. Gumboro adalah penyakit yang menyerang bursa fabricii (kelenjar bulat terletak di atas kloaka), penyebabnya adalah virus gumbaro. Anak ayam umur 1-12 hari yang terkena penyakit ini tidak begitu nampak tanda-tandanya. Tapi anak ayam umur 3-6 minggu akan menunjukkan gejala yang khas. Anak ayam tampak lesu, mengantuk, bulu mengkerut, bulu sekitar dubur kotor, mencret keputih-putihan, dan duduk dengan sikap membungkuk. Suka mematuki duburnya sendiri, sehingga menimbulkan luka dan pendarahan. Ayam yang mati bangkainya cepat sekali membusuk.

6. Salesma ayam adalah penyakit yang disebabkan virus avium. Menyerang saluran pernafasan. Gejalanya sesat nafas, batuk-batuk, mata dan hidung meradang berair, dan sulit bernafas karena adanya lendir berdarah dalam rongga mulut. Bila benafas kepala ditegakkan, dan waktu mengeluarkan nafas kepala ditundukkan dengan mata terpejam. Penyakit ini bersifat akut.

Obat yang efektif untuk menyembuhkan penyakit virus sampai saat ini belum ada. Tapi pengobatan dengan antibiotika atau kombinasi dengan obat-obatan lain tetap diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi dengan penyakit yang lain. Dan karena tak adanya obat yang mampu menyembuhkan penyakit virus, alangkah bijaksananya sebelum penyakit berbahaya ini terjadi, peternak melakukan tindak pencegahan. Caranya antara lain adalah melakukan tata laksana pemeliharaan yang baik, melaksanakan vaksinasi pada saat yang tepat, dan hindarkan terjadinya stress pada ternak.

Program vaksinasi merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan di kalangan peternak ayam petelur. Mengapa? Seperti kita ketahui bersama, ayam petelur mempunyai jangka waktu hidup yang lebih lama dibandingkan dengan ayam pedaging yang notabene hanya 2-3 bulan dan langsung dipanen. Berbeda dengan ayam ras petelur termasuk ayam kampung petelur yang akan diafkir setelah 2 tahun. Oleh karenanya kita sebagai peternak wajib melakukan vaksinasi untuk menjaga kesehatan ayam  sehingga  kita dapatkan ayam layer yang sehat, mampu bertelur dalam rentang waktu sekitar 11/2 tahun  dan menghasilkan telur yang  berkualitas selama ayam dalam masa produktif.

Banyak di kalangan peternak yang berpikir bahwa vaksin merupakan biaya yang cukup mahal, sehingga  sering seadanya atau bahkan ditiadakan sama sekali. Padahal jika vaksinasi dilakukan secara benar maka akan diperoleh hasil yang lebih baik dan tidak sebanding dengan biaya yang kita keluarkan karena program vaksinasi yang dilakukan secara benar akan menjaga kondisi kesehatan ayam dengan cara pembentukan antibody.

Vaksinasi mempunyai beberapa point penting yang harus diperhatikan yaitu:

          Vaksin

          Metode vaksinasi

          Dosis vaksin

          Jadwal vaksinasi

          Waktu pemberian vaksinasi

          Cara penyimpanan vaksin  

Jika dibandingkan antara berbagai table yang kami cantumkan, baik table vaksinasi dari breeder, buku referensi dan modifikasi kami, ternyata jenis vaksin yang digunakan tidak jauh berbeda yaitu:

Vaksin Marek. Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Marek dan diberikan secara subcutan atau intramuskular pada DOC. Biasanya vaksin ini sudah dilakukan oleh breeder. Menurut literature vaksinasi dilakukan dengan injeksi subcutan di bawah leher.

Vaksin ND + IB. Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Newcastle Disease dan Infectious Bronchitis. Cara pemberian vaksin ini ada 2 cara yaitu dengan tetes mata dan suntik injeksi intramuskular pada bagian dada. Perbedaan metode vaksin ini dikarenakan  perbedaan umur ayam yang akan divaksin.

Vaksin IB. Vaksin IB digunakan untuk menimbulkan kekebalan ayam terhadap Infectious Bronchitis. Pemberian vaksin ini sangat mudah yaitu dengan mencampurkannya dalam air minum.

Vaksin ND. Pemberian vaksin ini bertujuan mencegah timbulnya penyakit Newcastle Disease pada unggas. Vaksin ini juga dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan pemberian tetes mata, metode injeksi subcutan dan injeksi intramuskuler pada dada.

Vaksin Cocci. Vaksin Cocci ini sangat mahal harganya, sehingga kadangkala banyak peternak yang melewati vaksin ini karena dalam beberapa pakan ayam jadipun sudah mengandung koksidiostat. Cara pemberian vaksin ini terdapat 2 kategori ada yang menggunakannya melalui air minum dan ada juga yang menyemprotkannya ke pakan.

Vaksin Gumoro. Vaksin gumoro juga diberikan pada air minum.

Vaksin Coryza. Vaksin coryza ini digunakan untuk mencegah timbulnya wabah Snot atau Coryza. Cara pemberian vaksin ini dilakukan dengan injeksi intramuskuler pada dada atau paha.

Menurut SHS, petunjuk pemakaian vaksin ini adalah sbb:

Double injeksi 0,5-1 ml pada ayam umur 10 minggu

Initial dose 0,5-1 ml pada ayam umur 4-6 minggu

Booster 0,5-1 ml pada ayam umur 14-16 minggu

Injeksi dilakukan pada otot paha untuk mendapatkan kekebalan

Vaksin Fowl Pox/Cacar . Vaksinasi cacar ini sangat berbeda dengan vaksin-vaksin lainnya. Pemberian vaksin ini dilakukan dengan metode tusuk sayap. Vaksin ini dikemas dalam satu vial berbentuk cairan emulsi.

Petunjuk pemakaian dan dosisnya menurut Vaksindo adalah sebagai berikut:

1.   Kocok vaksin sampai emulsinya menjadi rata (homogen) sebelum dipakai.

2.   Bentangkan sayap ayam sedemikian rupa sehingga “wingweb”nya terlihat jelas.

3.     Celupkan jarum yang tersedia ke dalam vaksin

4.    Tusuk wingweb dengan jarum tersebut hingga tembus.

5.   Satu dosis vaksin setara dengan 0,01 ml

6.   Vaksinasi dilakukan pada ayam umur 4-7 minggu dan dapat diulang pada umur 8-12 minggu.

7.   Lima sampai tujuh hari setelah vakinasi akan terjadi kekebalan ditandai dengan terbentuknya sarang pox. Sarang pox akan mengecil dan menghilang setelah 21 hari.

Vaksin ILT.  Vaksinasi ILT bertujuan untuk membentuk kekebalan tubuh ayam terhadap terjadinya infeksi pada saluran laringotracheal. Cara pemberian vaksin ini adalah tetes mata, tetes hidung dan pemberian pada air minum.

Vaksin EDS. Vaksin ini selain merupakan booster untuk ND dan IB, vaksin ini juga digunakan untuk mencegah terjadinya Egg Drop Syndrom pada ayam layer. Vaksinasi ini dilakukan dengan melakukan injeksi intramuskuler pada dada.

Vaksin AI. Vaksinasi ini mulai merebak setahun belakangan ini akibat adanya kasus flu burung yang melanda Thailand, China dan Malaysia. Di beberapa wilayah Indonesia juga terjangkit wabah flu burung. Penyakit  ini juga membuat kerugian yang sangat luar biasa karena seluruh ayam yang terkena harus dimusnahkan. Namun, flu burung ini dapat ditanggulangi dengan melakukan vaksinasi sejak dini yaitu melakukan vaksinasi pada anak-anak ayam atau pada ayam dewasa agar terbentuk kekebalan tubuh terhadap serangan flu burung yang dicurigai disebarkan melalui burung-burung liar yang melakukan migrasi. Vaksin ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan injeksi subcutan dan injeksi intramuskuler pada otot dada. Perbedaan ini didasari oleh umur ayam yang akan dilakukan vaksinasi.

Menurut Vaksindo sebagai produsen, spesifikasi dan petunjuk pemakaian vaksin ini adalah  sbb:

VAKSIFLU AIÒ adalah vaksin inaktif yang dibuat dari virus  Avian Influenza (AI) isolat lapangan  (autovaksin) subtipe H5N1.

 

 

Kegunaan

Vaksin ini digunakan untuk menimbulkan kekebalan terhadap virus AI subtipe H5N1 pada ayam atau unggas lainnya.

Cara pemakaian dan dosis

Sebelum dipakai, kocok botol vakisn sampai homogen

Suntik vaksin di bawah kulit pada pangkal leher atau dlam urat daging dada ayam atau unggas lainnya dengan menggunakan alat suntik steril.

Dosis:  Ayam umur 4-21 hari           0,2 ml

            Ayam umur di atas 21 hari   0,5 ml

Program Vaksinasi

Ayam pedaging (broiler)

Umur  Ayam                        Jenis Vaksin             Cara Vaksinasi

4-7 hari                       Vaksiflu AI                 Di bawah kulit pada pangkal

                                                                                  leher      0,2 ml

Ayam Petelur (layer) atau Breeder

Umur Ayam             Jenis Vaksin             Cara Vaksinasi

4-7 hari                       Vaksiflu AI                 Di bawah kulit pada 

                                                                                  pangkal leher 0,2 ml

3-4 minggu                Vaksiflu AI                 Di bawah kulit pada 

                                                                                  pangkal leher  0,5 ml

Setiap 3-4 bulan         Vaksiflu AI                 Suntik otot di dada 0,5 ml

Seperti pada manusia, hewan yang dalam hal ini ayam kampung yang dipelihara secara intensif memerlukan vaksinasi.

Vaksinasi lebih dimaksudkan untuk memberikan kekebalan buatan pada ayam kampung (buras) terhadap penyakit-penyakit ganas yang biasa menyerang ternak ayam.

Vaksinasi menjadi sangat penting sebagai antisipasi atau asuransi terhadap investasi kita dalam berternak ayam.

Selanjutnya coba pelajari teknik dan jadwal vaksinasi menurut :

1.       Vaksinasi dari Breeder

2.      Vaksinasi Modifikasi terhadap vaksin rekomendasi breeder

3.      Vaksinasi yang khusus tergantung kebutuhan

(Vaksin Coryza)

PENYAKIT & PENGOBATAN

Pendapat atau kesimpulan orang awam bahwa ayam kampung tahan terhadap penyakit tidak seluruhnya benar.

Yang benar adalah ayam kampung lebih tahan terhadap penyakit, jika dibandingkan dengan ayam ras (negri).

Walaupun begitu, ayam kampung (buras) bukanlah kebal terhadap penyakit. Sehingga tindakan pencegahan terhadap penyakit tetap mutlak dilakukan seperti vaksinasi.

Tetapi bila penyakit atau ayam telah menjadi sakit karena segala alasan maka berikutnya adalah mengetahui jenis penyakit dan penyebabnya disamping tentunya cara pengobatannya selagi masih ada waktu.

Apa penyakit dan bagaimana cara pengobatan dan pencegahannya dapat dipelaji lebih lanjut : 

SANITASI

Cara pengontrolan terhadap penyebaran penyakit adalah dengan menjaga sanitasi kandang dan sistem operasional di peternakan.

Sanitasi bukan dan tidak terbatas hanya dalam satu perlakuan (misal: kebersihan pakan dan kandang-kandang) tetapi haruslah berhubungan dengan Bio Security atau pengamanan terhadap organisme hidup yang dalam hal ini adalah jenis Virus, Protozoa, Bakteri dan jamur.

Apa saja yang harus dilakukan untuk peternakan skala menengah dapat dipelajari sebagai berikut : 

VAKSINASI PADA SAPI

Vaksin SE Aerovak

*

Vaksin ini merupakan vaksin hidup aerosol untuk mengendalikan penyakit septicaemia epizootica (ngorok). Penyakit ngorok merupakan penyakit infeksius pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida.

*

Aerovak SE34 adalah produk vaksin kering beku yang berisi bakteri hidup P. multocida serotipe B:3,4. Aerovak SE34 diberikan secara intranasal dengan menyemprotkannya pada hidung ternak.


Vaksin Aerovak SE34

*

Vaksin memiliki beberapa keunggulan, yaitu:

 

Berpotensi tinggi untuk pengendalian penyakit ngorok.

 

Aman untuk kerbau muda hingga 100 kali yang direkomendasikan.

 

Tanpa efek samping baik terhadap hewan maupun lingkungan.

 

Aerovak SE 34 (1 x 10’CFU) mampu melindungi hewan dari uji tantang selama 1 tahun setelah vaksinasi.

*

Vaksin digunakan untuk imunisasi sapi dan kerbau terhadap penyakit ngorok. Vaksin diberikan pada ternak sehat berumur 6 bulan atau lebih. Untuk daerah tertular perlu vaksinasi ulang tiap tahun.

 

Cara pemakaian:


Cara penyemprotan vaksin Aerovak

 

Siapkan alat semprot (sprayer) yang bersih untuk produk vaksin.

 

Larutkan satu vial vaksin dengan larutan garam fisiologis steril hingga menghasilkan 50 dosis semprotan (0,9 -1,0 ml per semprotan).

 

Semprotkan larutan ke dalam saluran rongga hidung.

 

Vaksin terlarut harus dihabiskan dalam waktu 1 jam.

Strip Kertas Saring untuk Sampel Darah

 

*

Strip kertas saring adalah perangkat pengambilan sampel darah yang sekaligus sebagai media transpor sampel darah untuk diagnosis penyakit pada ternak.

*

Bahan:

 

 

Karton (3 cm x 1,5 cm) untuk penomoran dan identitas.

 

Kertas saring (3 cm x 1,5 cm) untuk pengambilan darah.

*

Prinsip kerja:

 

 

Kertas saring menyerap semua komponen darah dan mengering.

 

Kertas saring (6 mm) diekstraksi dengan 20 liter bufer pengencer ELISA.

 

Diagnosis sampel menggunakan ELISA.

*

Keuntungan:

 

 

Ekonomis dan praktis dibandingkan dengan tabung koleksi darah.

 

Dapat dikirim melalui pos udara biasa.

 

Mudah diterapkan oleh peternak di lapangan.

 

 

Vaksin ETEC Polivalen untuk Sapi

 

*

Vaksin E. coli polivalen dikembangkan dalam bentuk inaktif dari sel kuman enterotoksigenik untuk pengendalian kolibasilosis anak sapi.

*

Keunggulan:


Vaksin E. Coli

 

Dibuat dari bakteri isolat lokal.

 

Berisi semua jenis antigen yang imunoprotektif yang terdapat di lapangan.

 

Tidak toksik dan tidak menimbulkan aborsi maupun efek samping lainnya.

 

Mampu mencegah gejala diare dan kematian anak sapi.

*

Cara pemakaian:

 

Suntikkan vaksin ETEC polivalen sebanyak 5 ml secara subkutan pada leher di belakang telinga.

 

Lakukan vaksinasi pada calon induk bunting 7 bulan.

 

 

 

 

Berikan booster 2 minggu sebelum partus dengan dosis yang sama.


Vaksin Clostvak Multi

 

Usahakan anak yang lahir mendapat air susu dari induk yang divaksinasi.

Vaksin Clostvac Multi

 

Vaksin Clostvac Multi merupakan vaksin inaktif untuk pengendalian penyakit enterotoksemia pada sapi dan kerbau.

 

 

Table vaksinasi untuk anak ayam masa starter dan table program vaksinasi untuk ayam bibit tipe berat di daerah kasus ND. Di dalam table kedua memang mempunyai kondisi khusus yaitu daerah yang endemis ND. Jadi tidak mengherankan jika pada program vaksinasinya dipenuhi dengan vaksinasi ND baik ND Kill maupun ND La Sota.

TABLE: Vaksinasi Untuk Anak Ayam Masa Starter

UMUR

JENIS VAKSIN

CARA PEMBERIAN

DOC

Marek

Subcutan di bawah leher biasanya sudah dikerjakan oleh grand parent stock farm

2 hari

Infectious Bronchitis

Tetes mata

5 hari

Newcastle Kill

Subcutan

 

Newcastle Live

Tetes mata

10 hari

Coccivac

Air minum (I/2 + 1/2 dosis)

12 hari

Newcastle Live

Tetes mata

16 hari

Infectious Bursal Live

Air minum 

21 hari

Newcastle Live

Suntik daging dada (dosis 2x)

25 hari

Infectious Bronchitis

Air minum

30 hari

Infectious Bursal 

Air minum

35 hari

Newcastle Kill

Suntik daging dada  0.4 cc

 

Newcastle Live

Tetes mata (dosis 1x)

 

Fowl Pox

Tusuk sayap (dosis 1x)

Program vaksinasi pada anak ayam ras masa starter tergolong sangat komplit mengingat anak ayam ras memang lebih rentan dibandingkan dengan anak ayam kampung. Program vaksinasi ini dimulai saat DOC divaksinasi Marek dan  IB dilakukan dengan tetes mata pada hari kedua. Yang menarik adalah ND dilakukan secara bersamaan pada hari kelima dengan melalui subcutan dan tetes mata lalu diulang kembali 1 minggu kemudian dengan pemberian secara tetes mata. 

Pengulangan atau booster ND berikutnya pada hari ke 21 dengan pemberian melalui intramuskuler pada otot dada dan pada hari ke 35 (minggu kelima) yang diberikan secara intramuskuler pada otot dada dan tetes mata serta dibarengi dengan fowl pox. Satu hal yang menarik untuk diperhatikan adalah pada hari ke 35 dilakukan 3 vaksinasi sekaligus.  Hal ini cukup merepotkan karena masing-masing mempunyai perlakuan yang sangat berbeda sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat menyelesaikan seluruh vaksinasi tersebut.  Satu hal lain yang menarik adalah vaksinasi ND dianjurkan untuk dilakukan di hampir setiap minggu.

Program vaksinasi ini hampir dapat dikatakan kelanjutan dari program vaksinasi anak ayam masa starter dengan sedikit perbedaan pada hari ke 5 ND Kill hanya diberikan secara subcutan dan hari ke 9 diberikan IBD live pada air minum.

Pada table ini  dapat dilihat pengulangan vaksinasi ND sangat sering  yaitu pada minggu ke 11, 18 dan 25. Setelah minggu ke 25 pengulangan dilakukan 4 bulan berikutnya lalu setiap 2,5 bulan. Pengulangan vaksinasi ini disebabkan karena kasus ND yang sedang berjangkit pada wilayah tersebut.

 

TABLE: Program Vaksinasi & Pemberian Obat-obatan Untuk Ayam Bibit Tipe Berat (breeder broiler) di Daerah Kasus Penyakit ND

 

 

UMUR AYAM

JENIS VAKSIN

DOSIS

CARA PEMBERIAN

JENIS OBAT

PENGAMBILAN DARAH

 

 

 

 

 

UNTUK TITER ND

DOC

Marek

1x

Subcutan

Nopstress hijau 4 hari

Ya

2 hari

IB (H120) mas tipe

1x

Tetes mata

5 hari

ND Kill

0,2 cc

Subcutan

9 hari

IBD Live

1x

Air minum

10 hari

Coccivax

1x

Air minum (1/2+1/2 ds)

12 hari

ND La Sota

1x

Tetes mata

11-13 Nopstress hijau

Ya

16 hari

IBD Live

Air minum

21 hari

ND La Sota

2x

Injeksi dada

Ya

25 hari

IB H120

1x

Air minum

30 hari 

IBD Live

1x

Air minum

Ya

35 hari

ND Kill

0,4 cc

Injeksi dada

Ya

 

ND La Sota

1x

Tetes mata

 

Fowl Pox

1x

Tusuk sayap

7 mgg

ILT

1x

Tetes hidung

Test ND + MG

 

Coryza

0,5 cc

Injeksi dada/paha

9 mgg

IB H120

1x

Air minum

10 mgg

AE

1x

Air minum

11 mgg

ND Kill

0,5 cc

Suntik dada

Test ND + Salmonella

 

ND La Sota

1x

Tetes mata

 

 

BAB V

PENYAKIT DAN PENGOBATAN

 

— Memang — 

lebih baik mencegah dari pada mengobati  

 

Dalam suatu peternakan ayam, dapat terjadi banyak sekali variasi penyakit yang sudah sangat dipahami atau familiar bagi peternak terutama peternak skala menengah dan besar.

Berbicara keberhasilan mengenai peternakan (tanpa tergantung skala bisnisnya) oleh seorang peternak ditentukan dari pengetahuan dan pemahaman dengan pengenalan sumber hambatan dan ancaman dari penyakit yang mungkin dapat menjadikan ledakan penyakit menular dan berakibat sangat merugikan. Oleh sebab itu, pengamanan dan menjauhkan ternak ayam dari sumber wabah dan hambatan potensial tersebut menjadi prioritas dan perhatian khusus.

Dimulai dengan pemilihan indukan yang unggul, pengelolaan yang baik, sanitasi, peningkatan daya tahan ayam dengan vaksinasi dan usaha menjauhkan ternak ayam dari sumber penyakit adalah kunci sukses dalam beternak ayam.

  Secara prinsip penyakit ayam dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu :

1.        Penyakit yang menular dan disebabkan oleh bakteri, protozoa, virus, parasit dan jamur.

2.      Penyakit yang disebabkan oleh faktor atau sebab lainnya.

  1. Penyakit yang disebabkan oleh defisiensi atau kekurangan zat-zat makanan yang diperlukan dalam perkembangan dan ketahanan tubuh ayam yang lebih disebabkan karena ketergantungan ayam pada kualitas makanan yang diberikan oleh peternak

Berikut ini kami mencoba memberikan ringkasan beberapa penyakit yang sering dijumpai pada ayam, termasuk penyakit yang baru-baru ini sangat meresahkan para peternak yaitu

INFEKSI VIRAL

Tetelo

Newcastle Disease (ND)

Sampar Ayam

Pes Cekak

ND merupakan infeksi viral yang menyebabkan gangguan pada saraf pernapasan. Penyakit ini disebabkan oleh virus Paramyxo  dan biasanya dikualifikasikan menjadi: 

  1.  
    1. Strain yang sangat berbahaya atau disebut dengan Viscerotropic Velogenic Newcastle Disease (VVND) atau tipe Velogenik, tipe ini menyebabkan kematian yang luar biasa bahkan hingga 100%.
    2. Tipe yang lebih ringan disebut degan “Mesogenic”. Kematian pada anak ayam mencapai 10% tetapi ayam dewasa jarang mengalami kematian. Pada tingkat ini ayam akan menampakangejala seperti gangguan pernapasan  dan saraf.
    3. Tipe lemah (lentogenik) merupakan stadium yang hampir tidak menyebabkan kematian. Hanya saja dapat menyebabkan produktivitas telur menjadi turun dan kualitas kulit telur menjadi jelek. Gejala yang tampak tidak terlalu nyata hanya terdapat sedikit gangguan pernapasan.

ND sangat menular, biasanya dalam 3-4 hari seluruh ternak akan terinfeksi. Virus ini ditularkan melalui sepatu, peralatan, baju dan burung liar.

 Pada tahap  yang mengenai pernapasan maka virus akan ditularkan melalui udara. Meskipun demikian pada penularan melalui udara, virus ini tidak mempunyai jangkauan yang luas. Unggas yang dinyatakan sembuh dari ND tidak akan dinyatakan sebagai “carrier” dan biasanya virus tidak akan bertahan lebih dari 30 hari pada lokasi pemaparan.

Gejala yang nampak pada ayam yang terkena penyakit ini adalah sebagai berikut:

–     excessive mucous di trakea

–     gangguan pernapasan dimulai dengan megaop-megap, batuk, bersin dan ngorok waktu bernapas

–     ayam tampak lesu

–     napsu makan menurun

–     produksi telur menurun

–     mencret, kotoran encer agak kehijauan bahkan dapat berdarah

–     jengger dan kepala kebiruan, kornea menjadi keruh, sayap turun, otot tubuh gemetar, kelumpuhan hingga gangguan saraf yang dapat menyebabkan kejang-kejang dan leher terpuntir.

Penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

–     ayam yang tertular harus dimusnahkan.

–     vaksinasi harus dilakukan untuk memperoleh kekebalan. Jenis vaksin yang kami gunakan adalah ND Lasota yang kami beli dari PT. SHS. Vaksinasi ND yang pertama, kami lakukan dengan cara pemberian melalui tetes mata pada hari ke 2. Untuk berikutnya pemberian vaksin kami lakukan dengan cara suntikan di intramuskuler otot dada.

–     untuk memudahkan untuk mengingat mengenai waktu pemberian vaksin, seorang penulis menyarankan agar memberikan vaksin ini dengan pola  444. maksudnya vaksin ND diberikan pada ayam yang berumur 4 hari, 4 minggu, 4 bulan dan seterusnya dilakukan 4 bulan sekali. Namun kami mempunyai sedikit perbedaan dengan jadwal pola 444.(lihat jadwal pemberian vaksin modifikasi kami)

 Pencegahan yang harus dilakukan oleh para peternak mengingat penyakit ini sangat infeksius adalah sebagai berikut:

–     memelihara kebersihan kandang dan sekitarnya. Kandang harus mendapat sinar matahari yang cukup dan ventilasi yang baik.

–     memisahkan ayam lain yang dicurigai dapat menularkan penyakit ini.

–     memberikan ransum jamu yang baik.    

 

Gumoro 
Infectious Bursal Disease

Penyakit ini menyerang kekebalan tubuh ayam, terutama bagian fibrikus dan thymus. Kedua bagian ini merupakan pertahanan tubuh ayam. Pada kerusakan yang parah, antibody ayam tersebut tidak terbentuk. Karena menyerang system kekebalan tubuh, maka penyakit ini sering disebut sebagai AIDSnya ayam. Ayam yang terkena akan menampakan gejala seperti gangguan saraf, merejan, diare, tubuh gemetar, bulu di sekitar anus kotor dan lengket serta diakhiri dengan kematian ayam.  

Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus dari genus Avibirnavirus. Di dalam tubuh ayam, virus ini dapat hidup hingga lebih dari 3 bulan, kemudian akan berkembang menjadi infeksius. Gumoro memang tidak menyebabkan kematian secara langsung pada ayam, tetapi infeski sekunder yang mengikutinya akan menyebabkan kematian dengan cepat karena kekebalan tubuhnya tidak bekerja.  

Seorang penulis menyebutkan bahwa gumoro menyerang anak ayam pada usia 2 – 14 minggu dengan gejala awal sbb:

–     napsu makan berkurang

–     ayam tampak lesu dan mengantuk

–     bulu tampak kusam dan biasanya disertai dengan diare berlendir yang mengotori bulu pantat

–     peradangan di sekitar dubur dan kloaka.biasanya ayam akan mematoki duburnya sendiri.

–     jika tidur, paruhnya menempel di lantai dan keseimbangan tubuhnya terganggu.

 

Sedangkan penulis yang berbeda menyebutkan gejala gumoro adalah sbb:

–     diare berlendir

–     nafsu makan turun

–     gemetar dan sukar berdiri

–     bulu di sekitar anus kotor

–     ayam suka mematuk di sekitar kloaka  

Penulis yang lain menyebutkan bahwa gumoro dapat dibagi 2 yaitu gumoro klinik dan sub klinik. Gumoro klinik menyerang anak ayam berumur  3-7 minggu. Pada fase ini serangan terhadap kekebalan tubuh ayam tersebut hanya bersifat sementara antara 2-3 minggu. Gumoro subklinik menyerang anak ayam berumur 0-3 minggu. Penyakit ini paling menakutkan karena kekebalan tubuh ayam dapat hilang secara permanen, sehingga ayam dengan mudah terserang infeksi sekunder.  

Gumoro menyebar  melalui kontak langsung, air minum, pakan, alat-alat yang sudah tercemar virus dan udara. Yang sangat menarik adalah gumoro tidak menular dengan perantaraan telur dan ayam sudah sembuh tidak menjadi “carrier”. Upaya penanggulangan gumoro ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu vaksinasi, menjaga kebersihan lingkungan kandang.  

Bronchitis 

Infectious Bronchitis

Penyakit ini disebabkan oleh Corona virus yang menyerang system pernapsan. Pada ayam dewasa penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tetapi pada ayam berumur kurang dari 6 minggu dapat menyebabkan kematian. Informasi yang lain menyebutkan bahwa ayam yang terserang penyakit ini dan berumur di bawah 3 minggu, kematian dapat mencapai 30-40%. Penularan dapat terjadi melalui udara, peralatan, pakaian. Virus akan hidup selama kurang 1 minggu jika tidak terdapat ternak pada area tersebut. Virus ini mudah mati karena panas atau desinfektan.  

Gejala penyakit IB ini sangat sulit untuk dibedakan dengan penyakit respiratory lainnya. Secara umum gambaran penyakit tersebut adalah:

–     batuk

–     bersin

     rattling

     susah bernapas

     keluar lendir dari hidung

     terengah-engah

     napsu makan menurun

     gangguan pertumbuhan

     pada periode layer akan didapatkan produksi telur yang sangat turun hingga mendekati zero dalam beberapa hari, butuh waktu sekitar 4 minggu agar ayam kembali berproduksi, bahkan beberapa diantaranya tidak akan kembali ke normal. Telur yang dihasilkan akan berukuran kecil, cangkang telur lunak, bentuk telur menjadi irregular.  

Sanitasi merupakan factor pemutus rantai penularan penyakit karena virus tersebut sangat rentan terhadap desinfektan dan panas. Pencegahan lain yang sangat umum dilakukan adalah dengan memberikan vaksinasi secara teratur.  

Avian Pox

Avian pox mempunyai daya sebar yang relatif lambat. Avian pox disebabkan oleh minimal 3 strain atau tipe yaitu: fowl pox virus (virus cacar pada unggas), pigeon pox virus (virus cacar pada burung dara) dan canary pox virus (virus cacar pada burung kenari). Biasanya cacar yang terjadi pada ayam disebabkan oleh fowl pox virus. Virus ini dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung. Virus ini sangat resisten pada keropeng yang kering dan dalam beberapa kondisi dapat hidup hingga beberapa bulan. Virus ini dapat ditransmisikan melalui beberapa spesies nyamuk. Nyamuk ini akan membawa virus yang infeksius ini setelah nyamuk tersebut menggigit unggas yang terinfeksi.  

Meskipun fowl pox penyebarannya relatif lambat, kawanan unggas ini dapat berpengaruh selama beberapa bulan. Perjalanan penyakit ini memerlukan waktu sekitar 3-5 minggu.  

Gejala yang didapatkan pada penyakit ini adalah:

–     pertumbuhan yang lambat pada unggas muda

–     telur menurun pada periode layer

–     kesulitan bernapas dan makan

–     dry pox, dimulai dari “small whitish foci” dan kemudian berkembang menjadi “wart-like nodules”. Nodule tersebut kemudian akan mengelupas dalam proses penyembuhan. Lesi ini biasanya terlihat pada bagian tubuh yang tidak berbulu seperti lubang telinga, mata , jengger, pial dan kadang-kadang ditemukan di kaki.

–     wet pox diasosiasikan dengan cavitas oral dan traktus respiratorius bagian atas, terutama pada laryng dan trakea.  

Langkah pencegahan yang utama adalah memberikan vaksinasi pada ayam. Pemberian vaksinasi dilakukan dengan melakukan penusukan pada sayap dengan jarum khusus.

  Marek (Visceral Leukosis)

Disebabkan oleh virus tipe DNA yang tergolong herpes tipe B. Marek diidentikan dengan penyakit anak ayam, meskipun demikian penyakit ini juga dapat menginfeksi ayam yang lebih tua. Anak ayam terserang adalah kelompok umur 3-10 minggu. Umur 8-9 minggu merupakan umur yang paling rawan. Penularan dapat terjadi secara kontak langsung, kotoran ayam, debu dan peralatan kandang.  

Marek dapat menimbulkan beberapa variasi gejala klinis, antara lain:

–    Marek tipe visceral

Ditandai dengan lesi pada gonad, hati, limpa, ginjal dan kadang-kadang pada jantung, paru dan otot. Penyakit ini biasanya akut, rupanya unggas yang sehat akan mengalami kematian secara cepat dengan tumor internal yang masif.

–     Marek tipe neural  

Ditandai dengan kelumpuhan yang progresif pada sayap, kaki dan leher. Penurunan berat badan, anemia, kesulitan bernapas dan diare merupakan gejala yang sering ditemukan .

–    Ocular leucosis atau “gray eye”

Morbiditas dan mortalitas biasanya sangat kecil tetapi disebutkan mendekati 25%. Gejalanya dikarakteristikan dengan spotty depigmentation atau diffuse graying pada iris mata. Pupil mata berbentuk irregular dan gagal bereaksi terhadap cahaya. Diare berat dan kematian.

–     Skin leukosis

Pembesaran folikel bulu karena akumulasi limfosit.

Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan vaksinasi pada DOC berumur 1 hari dengan vaksin Cryomarex HVT atau Cryomarex Rispens.Ayam yang terinfesi sebaiknya dimusnahkan agar tidak menularkan ke ayam yang sehat.  

INFEKSI BAKTERI 

Snot/Coryza

Disebabkan oleh bakteri Haemophillus gallinarum. Penyakit ini biasanya menyerang ayam akibat adanya perubahan musim. Perubahan musim biasanya mempengaruhi kesehatan ayam. Snot banyak ditemukan di daerah tropis. Penyakit ini menyerang hampir semua umur ayam. Angka kematian yang ditimbulkan oleh penyakit ini mencapai 30% tetapi angka morbiditas atau angka kesakitannya mencapai hingga 80%. Snot bersifat kronis, biasanya berlangsung antara 1-3 bulan. Ayam betina berumur 18-23 minggu paling rentan terhadap penyakit ini. Namun menurut pengalaman kami, ayam berumur kurang dari 16 minggu mempunyai angka kematian yang cukup tinggi jika terkena penyakit ini. Sedangkan ayam yang sedang bertelur dapat disembuhkan tetapi produktivitas telur menurun hingga 25%. Penularan Snot dapat melalui kontak langsung, udara, debu, pakan, air minum, petugaskandang dan peralatan yang digunakan.  

Dari berbagai referensi yang kami dapatkan gejala penyakit Snot pada ayam adalah sbb:

–     ayam terlihat mengantuk, sayapnya turun

–     keluar lendir dari hidung, kental berwarna kekuningan dan berbau khas

–     muka dan mata bengkak akibat pembengkakan sinus infra orbital

–     terdapat kerak dihidung

–     napsu makan menurun sehingga tembolok kosong jika diraba

–     ayam mengorok dan sukar bernapas

–     pertumbuhan menjadi lambat.  

Pengobatan Snot yang diberikan adalah preparat sulfat seperti sulfadimethoxine atau sulfathiazole, menurut beberapa penulis penyakit ini dapat diobati dengan antibiotika seperti Ultramycin, imequil atau corivit. Kami menggunakan preparat enrofloksacyn atau lebih dikenal dengan Enflox produksi SHS dan saat ini kami sedang mencoba menggantinya dengan preparat amphycillin dan colistin atau lebih dikenal dengan Amphyvitacol produksi Vaksindo. Seorang penulis menyebutkan pengobatan tradisional juga dilakukan dengan memberikan susu bubuk yang dicampur dengan air dan dibentuk sebesar kelereng sesuai dengan bukaan mulut ayam dan diberikan 3 kali sehari.  

Sedangkan pengobatan tradisional yang kami lakukan adalah memberikan perasan tumbukan jahe, kunir, kencur dan lempuyang. Air perasan ini dicampurkan pada air minum. Sedangkan ampasnya kami campurkan pada sedikit pakan. Selain ramuan ini menghangatkan tubuh ayam, ramuan ini juga berkhasiat untuk menambah napsu makan ayam. Selain memberikan obat yang diberikan bersama dengan air minum, kami juga memberikan obat secara suntikan pada ayam yang sudah parah. Obat yang kami berikan adalah Sulfamix dengan dosis 0.4 cc/kg BB ayam. Hal lain yang perlu dilakukan karena penyakit ini mempunyai penularan yang sangat cepat dan luas, ayam yang terkena Snot harus sesegera mungkin dipisahkan dari kelompoknya.  

Upaya pencegahan yang dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan kandang dan lingkungan dengan baik. Kandang sebaiknya terkena sinar matahari langsung sehingga mengurangi kelembaban. Kandang yang lembab dan basah memudahkan timbulnya penyakit ini.  

Berak Kapur

atau Pullorum

Berak kapur disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum. Berak kapur sering ditemukan pada anak ayam umur 1-10 hari.  

Gejala yang timbul adalah :

–     napsu makan menurun

–     kotoran encer dan bercampur butiran-butiran putih seperti kapur

–     bulu dubur melekat satu dengan yang lain

–     jengger berwarna keabuan

–     badan anak ayam menjadi menunduk

–     sayap terkulai

–     mata menutup  

Penulis yang lain mengatakan gejala anak ayam yang terkena berak kapur selain gejala yang disebutkan di atas, anaka ayam akan terlihat pucat, lemah, kedinginan dan suka bergerombol mencari tempat yang hangat.  

Berbeda dengan ayam dewasa, gejala berak kapur tidak nyata benar. Ayam dewasa yang terkena berak kapur akan mengalami penurunan produktivitas telur, depresi, anemia, kotoran encer dan berwarna kuning.  

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga sanitasi mulai dari mesin penetasan hingga sanitasi kandang dan melakukan desinfeksi kandang dengan formaldehyde sebanyak 40%. Ayam yang terkena penyakit sebaiknya dipisahkan dari kelompoknya, sedangkan ayam yang parah dimusnahkan. 

Pengobatan Berak Kapur dilakukan dengan menyuntikkan antibiotik seperti furozolidon, coccilin, neo terramycin, tetra atau mycomas  di dada ayam. Penulis lain menyebutkan pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan preparat sulfonamide.  

Berak Hijau

Penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti, demikian pula pengobatannya. Selama ini penyakit ini diduga disebabkan oleh bakteri sejenis Salmonella pullorum. Penularan berak hijau  sangat mudah yaitu melalui kontak langsung termasuk saat jantan mengawini betina dan melalui pakan dan minuman yang terkontaminasi dengan ayam yang sakit. Pengaruh penyakit ini dapat sampai ke DOC keturunan induk yang sakit.

Gejala penyakit ini adalah:

–          jengger berwarna biru

–          mata lesu

–          napsu makan menurun

–          sekitar pantat terlihat memutih dan lengket.

Upaya pencegahan merupakan hal utama antara lain dengan menjaga sanitasi kandang, memisahkan antara ayam yang sakit memberikan pakan yang yang baik. 

Jika ayam yang terinfeksi mengalami kematian, lebih baik ayam tersebut dibakar agar bakteri tersebut ikut mati dan tidak menular ke ayam yang lain.    

 Kolera

Penyebab penyakit ini adalah bakteri Pasteurella gallinarum atau Pasteurella multocida. Biasanya menyerang ayam pada usia 12 minggu. Penyakit ini menyerang ayam petelur dan pedaging. Serangan penyakit ini bisa bersifat akut atau kronis. Ayam yang terserang kolera akan mengalami penurunan produktivitas bahkan mati. Bakteri ini menyerang pernapasan dan pencernaan.

Kolera dapat ditularkan melalui kontak langsung, pakan, minuman, peralatan, manusia, tanah maupun hewan lain. Pada serangan akut, kematian dapat terjadi secara tiba-tiba.

Sedangkan pada serangan kronis didapatkan gejala sbb:

–     napsu makan berkurang

–     sesak napas

–     mencret

–     kotoran berwarna kuning, coklat atau hijau berlendir dan berbau busuk

–     jengger dan  pial bengkak serta kepala berwarna kebiruan

–     ayam suka menggeleng-gelengkan kepala

–     persendian kaki dan sayap bengkak disertai kelumpuhan

–     lesi yang didapatkan pada unggas yang mengalami kematian pada kolera akut antara lain adalah :

+    perdarahan pintpoint pada membran mukosa dan serosa dan atau pada lemak abdominal

+    inflamasi pada 1/3 atas usus kecil

+    gambaran “parboiled” pada hati

+    pembesaran dan pembengkakan limpa

+    didapatkan material berbentuk cream atau solid pada persendian  

Diagnosis secara tentative dapat didirikan atas riwayat unggas, gejala dan lesi postmortem. Sedangkan diagnosis definitive didapatkan pada isolasi dan identifikasi organisme ini.  

Tindakan pencegahan sangat penting dilakukan antara lain dengan menjaga agar litter tetap kering, mengurangi kepadatan kandang, menjaga kebersihan peralatan kandang dan memberikan vitamin dan pakan yang cukup agar stamina ayam tetap terjaga. 

Pengobatan kolera dapat dilakukan dengan menggunakan preparat sulfat atau antibiotik seperti noxal, ampisol atau inequil.  

 

Chronic Respiratory Disease (CRD) atau ngorok atau Air Sac atau Sinusitis

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycoplasma galisepticum. Biasanya menyerang ayam pada usia 4-9 minggu. Penuluaran terjadi melalui kontak langsung, peralatan kandang, tempat makan dan minum, manusia, telur tetas atau DOC yang terinfeksi.  

Seorang penulis menyebutkan bahwa gejala CRD ini mirip dengan Snot atau Coryza yaitu:

–          batuk-batuk

–          napas berbunti atau ngorok

–          keluar cairan dari lubang hidung

–          nafsu makan turun

–          produksi telur turun

–          ayam suka menggeleng-gelengkan kepalanya  

 Sedangkan penulis lain mengatakan gejala yang timbul pada

 CRD adalah:

–     ayam kehilangan napsu makan secara tiba-tiba dan terlihat lesu

–     warna bulu pucat, kusam dan di beberapa lokasi terjadi perlengketan terutama di sekitar anus

–     terjadi inkoordinasi saraf

–     tinja cair dan berwarna putih  

Pencegahan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari cara yang paling sederhana yaitu tidak membeli DOC dari produsen yang tidak diketahui  dan melakukan sanitasi kandang. 

Pengobatan CRD pada ayam yang sakit dapat diberikan baytrit 10% peroral, mycomas dengan dosis 0.5 ml/L air minum, tetraclorin secara oral atau bacytracyn yang diberikan pada air minum.    

Colibacillosis

Penyebab penyakit ini adalah Escherichia coli. Problem yang ditimbulkan dapat infeksi akut berat dengan kematian yang tiba-tiba dan angka kematian yang tinggi hingga infeksi ringan dengan angka kesakitan dan kematian yang rendah.infeksi dapat terjadi pada saluran pernapasan, septicemia atau enteritis karena infeksi pada gastrointestinal. Penyakit ini dapat berdiri sendiri atau diikuti oleh infeksi sekunder. Infeksi sekunder yang menyertai penyakit ini adalah Mycoplasma gallisepticum. Semua umur dapat terkena penyakit ini, namun yang paling banyak adalah ayam usia muda.  

Gejala yang ditimbulkan pada penyakit ini disebabkan oleh toksin yang dikeluarkan oleh bakteri akibat pertumbuhan dan multiplikasi. Invasi primer terjadi pada system pernapasan dan system gastrointestinal. Omphalitis atau infeksi pada anak ayam terjadi karena penutupan tali pusat yang kurang baik atau karena invasi bakteri melalui cangkang telur pada saat inkubasi.  

Berikut ini gejala yang timbul pada penyakit ini adalah:

–          napsu makan menurun

–          ayam lesu dan tidak bergairah

–          bulu kasar

–          sesak napas

–          kotoran banyak menempel di anus

–          diare

–          batuk

Pada septicemia akut dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba.

Pada pembedahan akan didapatkan:

–     dehydrasi

–     bengkak dan kongesti pada hati, limpa dan ginjal

–     perdarahan pinpoint pada organ viscera

–     eksudat fibrinous pada kantung udara, kantung jantung dan permukaan jantung, hati dan paru (sangat karakteristik)

–     usus menipis dan inflamasi serta mengandung mucous dan area perdarahan            

Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga sanitasi kandang seperti menjaga ventilasi udara, litter yang terjaga kebersihannya, secara teratur melakukan desinfeksi terhadap peralatan dan fasilitas lainnya. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga kualitas pakan dan air minum, kepadatan kandang harus diperhatikan, penanganan mesin penetas telur dan menjauhkan ayam dari stress yang dapat menurunkan daya tahan tubuh.  

Pengobatan Colibasillosis dapat dilakukan dengan obat-obat sulfa, neomisin, streptomisin dan tetrasiklin. Meskipun demikian, menurut info yang lain dikatakan pengobatan penyakit ini cenderung susah dan tidak menentu.  

INFEKSI PROTOZOA

  Berak Darah/ Koksidiosis

Berak darah atau sering disebut dengan koksidiosis disebabkan oleh protozoa dari genus Eimeria. Penularan penyakit ini dapat melalui kontak secara langsung maupun tidak langsung seperti kontak dengan droplet dari unggas yang terinfeksi. Pada saat unggas memakan koksidia, organisme ini akan menginvasi usus dan mengakibatkan kerusakan dan kemudian mulai berkembang biak. Beberapa minggu setelah terjadinya infeksi, koksidia akan berubah menjadi oocyst. Oocyst masih belum cukup matur, meskipun  oocyst  terdapat pada droplet, oocyst ini tidak dapat menginfeksi unggas lain kecuali ia berkembang  (sporulasi) menjadi bentuk yang lebih matang di litter. Bentuk inilah yang dapat menyebabkan infeksi pada unggas. Berat tidaknya penyakit ini tergantung dari jumlah protozoa yang termakan. Di dalam peternakan, penyakit ini sangat mudah ditularkan melalui alas kaki, baju, burung liar, peralatan, tempat pakan, serangga atau rodent.  

Gejala yang timbul pada penyakit ini adalah sbb:

–     kotoran lembek cenderung cair dan berwarna coklat kehitaman kerena mengandung darah

–     pertumbuhan terhambat

–     napsu makan menurun

–     pada pembedahan ayam yang mengalami kematian akibat penyakit ini akan ditemukan pada usus besarnya akan bengkak berisi darah.

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara memberikan vaksinasi pada ayam pada usia 4 hari. Biasanya kami akan memberikan vaksinasi ini dengan melakukan penyemprotan pada pakan. Selain itu harus dilakukan sanitasi yang baik pada kandang DOC. Pilihlah pakan yang sudah mengandung koksidiostat ( preparat pembunuh protozoa Eimeria).    

INFEKSI PARASIT

Cacingan

Worm Disease

  Cacingan pada ayam  dapat disebabkan oleh:  

      Ascaridia galli

Infeksi cacing ini terutama menyerang ayam usia 3-4 bulan. Spesimen dari parasit ini kadang-kadang ditemukan dalam telur. Cacing ini berpindah tempat dari usus ke oviduct dan dapat masuk ke dalam telur pada saat pembentukan telur tersebut. Cacing dewasa mudah dilihat dengan mata telanjang karena panjang cacing dewasa mencapai ½ hingga 3 inchi.

Riwayat hidup cacing ini sangat simple. Cacing betina akan meletakan telurnya di usus unggas yang terinfeksi dan akan ikut dikeluarkan bersama tinja. Embrio akan terus berkembang dalam telur tersebut meskipun tidak akan langsung menetas. Larva dalam telur mencapai stadium infektif dalam 2-3 minggu. Telur yang mengandung embryo ini sangat tahan banting bahkan dalam kondisi laboratorium dapat bertahan hingga 2 tahun, sedangkan dalam keadaan biasa akan tetap bertahan hingga 1 tahun bahkan lebih. Hal yang penting di sini adalah desinfektan yang digunakan pada peternakan tidak dapat membunuh/ merusak telur. Unggas akan terinfeksi jika memakan telur cacing ini.

Unggas yang terinfeksi oleh cacing ini akan terlihat lesu, diare dan kurus. Kerusakan utama yang ditimbulkan adalah penurunan efisiensi pakan, namun kematian hanya timbul pada infeksi yang sangat berat.  

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan sanitasi kandang dengan baik dan pemisahan ayam berdasarkan umur. Bersihkan kandang sebersih mungkin jika kandang akan digunakan untuk populasi ayam yang baru.Sedangkan obat yang digunakan adalah preparat piperazine yang hanya dapat memutus rantai penularan dengan membunuh cacing dewasa. Preparat yang biasa kami gunakan dan kami berikan tiap 4 minggu adalah Piperavaks produksi dari Vaksindo. Pemberian obat ini cukup dicampurkan pada air minum.  

      Heterakis gallinae

Parasit ini tidak menimbulkan akibat yang serius pada kesehatan ayam. Minimal tidak menimbulkan gejala atau patologi yang signifikan. Cara penularan cacing ini sama dengan Ascaris. Namun telur yang mengandung larva akan infektif dalam 2 minggu. Dalam cuaca yang dingin akan membutuhkan waktu yang lebih panjang. Parasit ini dapat dibasmi dengan fenbendazole.  

     Capillaria annulata atau Capllaria contorta

Cacing ini sering ditemukan pada esophagus dan tembolok. Parasit ini menyebabkan penipisan dan inflamasi pada mukosa. Pada system gastrointestinal bagian bawah, dapat ditemukan beberapa spesies parasit tetapi biasanya adalah Capillaria obsignata.  

Berbeda dengan cacing yang lain, pembentukan embryo memakan waktu 6-8 hari dan akan sangat infeksius untuk peternakan. Kerusakan terparah akan terjadi pada 2 minggu setelah infeksi. Parasit ini akan menimbulkan inflamasi berat dan kadang-kadang terjadi perdarahan. Erosi pada usus akan menyebabkan kematian. Problem yang sering ditimbulkan oleh parasit ini adalah penurunan pertumbuhan, penurunan produksi dan fertilitas.  

Sanitasi yang baik merupakan kunci pencegahan yang utama. Pemberian vitamin A dapat memberikan nilai tambah. Parasit ini dapat dibasmi dengan menggunakan fenbendazole atau leviamisole.  

Secara umum, seorang penulis menggambarkan gejala penyakit cacingan pada ayam adalah sbb:

–     tubuh ayam menjadi kurus

–     nafsu makan berkurang

–     sayap kusam dan terkulai

–     kotoran encer, berlendir berwarna keputihan dan kadang berdarah

–     pertumbuhan lamban  

 

Penanggulangan yang dapat dilakukan secara umum adalah:

–     sanitasi kandang dengan desinfektan

–     pemberian Caricid pada umur 4-6 minggu dengan dosis 30 ml/3 liter air untuk 100 ekor ayam. Umur lebih dari 6 minggu diberi dosis 6 ml/10 L air untuk 100 ekor ayam

–     campurkan premix 2.4% ke dalam makanan dengan dosis 2.5 kg/kg pakan diberikan selama 5-6 hari  

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Holden, S., Ashley S. and Bazeley P. (1996) Improving the Delivery of animal Health Services in Developing Countries. A literature Review. Report to DFID. Livestock in Development.

Holden, S., Ashley S. and Bazeley P. (1999) Livestock in Poverty-Focused Development. Livestock in Development.

Jones, B.A., Deemer, B., Leyland T.J., Mogga, W. and Stem, E. ‘Communiy-Based Animal Health Services in Southern Sudan: the experience so far‘, Animal Health and Production for Development Proceedings of 9th ITYM Conference, Harare, Zimbabwe, 1998.

Leyland,T. and Akabwai, D.M.O. (1998) ‘Delivery of private veterinarian supervised Communiy-Based animal health services to pastoralist areas of the Greater Horn of Africa‘, Animal Health and Production for Development Proceedings of 9th ITYM Conference, Harare, Zimbabwe, 1998.

Sulistiyo U., Wahyuni, D. and Leksmono, C.S. (1998) ‘Village Animal Health workers in Minahasa District North Sulawesi Indonesia, Animal Health and Production for development. Proceedings of 9th ITVM Conference, Harare, Zimbabwe, 1998.

Surono. 1987. Ilmu Diagnosa Fisik. Fakultas Kedokteran Hewan.

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

 

Undang Santosa. 2006. Manajemen Usaha Ternak Potong. Penerbit

Penebar Swadaya. Jakarta.

 

 

INTERNET

http://www.suaramerdeka.com/harian/0403/23/dar1.htmhttp://www.glory-farm.com/psv/vak_pny.htm

http://primatani.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=144&Itemid=56

http://sugihsantosa.atspace.com/artikel/virusayam.htmlhttp://informasi-sistem.blogspot.com/2007/06/prinsip-pendidikan-kesehatan.htmlhttp://qurbansehat.wordpress.com/2007/12/15/bab-v-pemeriksaan-kesehatan-hewan-kurban/http://www.koranmerapi.com/web/detail.php?sid=146060&actmenu=46

info@disnaksumbar.org

http://disnak.jawatengah.go.id/index.php/home/menu,1/

 

 

 

Didalam sebuah buku terdapat banyak bab, di dalam sebuah bab ada banyak kalimat, di dalam sebuah kalimat ada banyak kata. Namun yang penting itu bukan judul, bab-bab, kalimat-kalimat, kata-kata, ataupun huruf-huruf yang ada di sana, melainkan ilmu pengetahuan dan manfaat yang dapat kita dulang dari tiap-tiap komponen dan kesatuan dari buku tersebut. Sebuah buku tidak akan ada gunanya jika tidak dibaca, jadi bacalah..bacalah…. dan gunakanlah buku-buku kami di blog ini untuk kemanfaatan. Sebarkan pengetahuan dan kebaikan kepada seluruh umat manusia di jagad raya, walau hanya dengan satu kalimat saja.

Berikut ini adalah sebuah buku yang berjudul Administrasi Pemda:

administrasi-pemda.doc